JAKARTA – Mohammad Noval, Kepala Bagian Perencanaan Badan Penelitian dan Pengembangan (BPP) Kemendagri mengatakan, terdapat beberapa isu strategis pertahanan dan keamanan negara yang berhubugan langsung dengan pemerintahan dalam negeri. Isu-isu tersebut di antaranya krisis politik, konflik sosial, dan desentralisasi urusan pemerintahan.
“Banyak isu-isu yang bisa dikaji terkait pertahanan dan keamanan negara, misalnya, desentralisasi urusan pemerintahan, krisis politik, dan konflik sosial yang bisa dikaji oleh BPP Kemendagri maupun lembaga kelitbangan seperti Kementerian Pertahanan,” kata Noval ketika bertemu para staf BPP Kementerian Pertahanan di BPP Kemendagri, Jumat (2/8).
Dalam kasus desentralisasi, misalnya, menurut Noval kerap timbul gejolak di daerah terkait tarik menarik kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama dalam hal perbatasan wilayah dan pengelolaan sumber daya alam.
Begitu juga dalam hal politik, kurangnya pendidikan politik di masyarakat, sering memicu kecenderungan kasus-kasus intoleransi dan SARA. Masyarakat juga tidak bisa menerima perbedaan politik. “Contohnya dalam pilkada, dan pilpres, hanya gara-gara beda pilihan jadi berantem, keluar grup whatsapp,” tutur Noval.
Kepala Pusat Litbang Pembangunan dan Keuangan Daerah Mauritz Panjaitan menambahkan, ancaman negara tidak hanya dari tiga hal yang disebutkan Noval. Menurutnya, 5 tahun yang akan datang, negara juga harus mewaspadai ancaman lingkungan global seperti emisi karbon dan wabah penyakit. “Misalnya munculnya stunting baru-baru ini, kemudian penyakit lama yang muncul kembali seperti tuberkulosis, dan wabah lainnya, ini juga aspek penting yang harus dikaji untuk memperkuat keamanan negara,” terang Mauritz.
Penliti BPP Kemendagri Alex Dalla memiliki pandangan berbeda. Menurutnya yang lebih penting juga terkait kewilayahan seperti peran lembaga negara terkecil seperti kelurahan dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). “Bagaimana peran seperti RT/RW dan kelurahan itu harus diperkuat, karena bagaimana pun urusannya pasti terkait administrasi kependudukan,” ujarnya.
Selain itu, menurut Alex, masalah serius lainnya juga terkait kawasan ekonomi khusus seperti Batam. Batam dikembangkan dengan cita-cita awalnya sebagai zona ekonomi khusus yang diharapkan bisa menyaingi Singapura. Namun saat ini Batam menjadi tidak berkembang. Dari hasil penelitian yang ia lakukan, penyebabnya karena Batam terlalu banyak campur tangan investor asing dari Singapura dan Malaysia yang banyak membeli tanah di Batam, namun dibiarkan terbengkalai.
“Misalnya mereka membeli tanah luas dan membiarkannya mangkrak. Mereka memiliki niat agar Batam tidak berkembang. Cara mereka sangat pintar yaitu dengan menikah dengan masyarakat Batam. Sehingga hak milik tanah adalah hak milik orang Indonesia,” papar Alex. (MSR)