Terbatasnya dukungan pelaku industri turut berkontribusi terhadap buruknya perkembangan riset Indonesia. Di beberapa negara, perusahaan swasta memegang peran kunci dalam mengembangkan industri riset suatu negara, baik lewat dana riset atau akses pasar untuk hasil riset yang inovatif.
Jerman adalah salah satu dari negara yang memiliki sektor penelitian yang maju berkat sokongan kuat dari industri swasta.
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dunia penelitian di Indonesia dan Jerman serta melihat bagaimana Indonesia bisa belajar dari Jerman untuk melibatkan perusahaan swasta dalam pengembangan riset.
Penelitian di Indonesia
Pemerintah Indonesia tidak pernah menempatkan riset sebagai prioritas utama. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya alokasi dana untuk penelitian dalam anggaran nasional.
Pemerintahan Joko “Jokowi” Widodo sendiri telah meningkatkan anggaran penelitian menjadi 0.2% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia di tahun 2017, atau sekitar Rp24,9 triliun.
“Ini (Rp 24,9 triliun) adalah angka tertinggi dalam sejarah. Sebelumnya, anggaran penelitian kita hanya sebesar 0,09% dari total PDB,” ujar Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Ocky Karna Radjasa dalam sebuah wawancara.
Walaupun meningkat, alokasi penelitian Indonesia masih menjadi salah satu yang paling rendah di dunia.
Bahkan di Asia Tenggara saja, Indonesia kalah bersaing dengan Malaysia dan Vietnam. Data terbaru menunjukkan Thailand menganggarkan 0,5% dari PDB-nya untuk dana penelitian, sementara Vietnam menganggarkan 0,4%.
Pemerintah hingga kini belum memenuhi janji meningkatkan anggaran penelitian menjadi lebih besar dari 1% dari total PDB.
Untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut di Indonesia, pemerintah telah mengalokasikan dana abadi sebesar Rp990 miliar untuk keperluan penelitian. Dana ini dialokasikan di luar dari anggaran nasional.
Sementara, bantuan sektor swasta masih terbatas karena sejumlah permasalahan; kurangnya kesadaran pentingnya penelitian dari pelaku industri, kurangnya insentif, dan kurangnya kebijakan terkait.
Ocky mengatakan perusahaan swasta baru menyumbang sekitar Rp6 triliun, sekitar 20% dari total pengeluaran penelitian di Indonesia.
“Di negara lain, justru sebaliknya. Dana penelitian dari sektor swasta menyumbang 80%, sedangkan pemerintah hanya menyediakan 20%,” katanya.
Penelitian di Jerman
Jerman adalah salah satu negara yang memiliki sektor penelitian yang kuat. Jerman berinvestasi banyak dalam penelitian dan pengembangan riset. Publikasi terbaru dari German Academic Exchange Service (DAAD) menyebutkan mereka menginvestasikan sekitar 90,3 miliar euro atau sekitar 2.9% dari total GDP mereka. Angka ini menempatkan Jerman di antara 10 negara di dunia dengan pengeluaran terbanyak untuk penelitian.
Hal paling menakjubkan dari industri penelitian Jerman ialah besarnya dukungan sektor swasta. Tahun 2015, investasi dari pelaku industri hampir menyentuh angka 70% dari keseluruhan investasi.
Perusahaan-perusahaan besar telah berpartisipasi dalam membangun penelitian di Jerman. Mereka biasanya ikut membiayai proyek di universitas dan institusi penelitian untuk mengembangkan produk yang dapat membangun bisnis mereka.
Salah satu publikasi terbaru berjudul The German Research Landscape yang diterbitkan oleh DAAD menunjukkan investor terbesar dalam penelitian datang dari industri automotif Jerman. Mereka menghabiskan sekitar 22 miliar euro untuk penelitian.
“Tidak ada regulasi yang mewajibkan perusahaan untuk berinvestasi di riset. Perusahaan-perusahaan besar berinvestasi secara sukarela agar mereka bisa lebih kompetitif dan sukses,” ujar kepala tim publikasi dan pers DAAD Ruth Andre saat dihubungi lewat surel.
Seorang peneliti dari Lembaga Penelitian Ekonomi Jerman Heika Belitz menyebutkan besarnya dukungan dari sektor swasta adalah “hasil dari beragamnya sistem inovasi nasional”.
Sistem ini dijalankan dengan bantuan kuat dari lembaga riset universitas dan non-universitas yang merupakan badan penting dalam mengembangkan industri riset Jerman. Lembaga-lembaga riset ini mendapatkan bantuan finansial tidak hanya dari perusahaan swasta tapi juga dari negara.
“Bantuan langsung pemerintah untuk penelitian dan pengembangan, sebagian besar dalam bentuk pendanaan proyek, hanyalah salah satu dari elemen penting dalam ekosistem inovasi ini,” jelasnya.
Mengapa bantuan dari sektor privat penting?
Seorang peneliti dari SMERU Research Institute Rendy A. Diningrat mengatakan perusahaan swasta perlu lebih terlibat dalam membangun industri riset di Indonesia.
Rendy, yang meneliti soal pembangungan manusia dan kebijakan publik, berpendapat keterlibatan pelaku industri dalam penelitian akan menghasilkan penelitian yang berkualitas tinggi.
“Perusahaan-perusahaan ini yang lebih tahu apa yang publik inginkan. Dengan bekerja sama, kita bisa melakukan penelitian yang benar-benar publik butuhkan,” ujarnya.
Walau begitu, Rendy mengakui memang tidak banyak perusahaan di Indonesia yang mau berinvestasi di penelitian.
“Penting untuk juga meningkatkan kesadaran mereka akan pentingnya riset demi bisnis mereka,” tambahnya.
Penelitian, kata Rendy, dapat menjamin keberlanjutan sebuah perusahaan baik dalam jangka pendek maupun panjang. Kerja sama dengan pemerintah juga dapat memberikan mereka kesempatan untuk membahas kebijakan yang mungkin mempengaruhi bisnis mereka.
Statistik terkini juga menunjukkan negara-negara yang memiliki industri penelitian yang maju mendapat dukungan yang besar dari industri swasta. Hampir 80% dari pengeluaran riset oleh tiga negara dengan pengeluaran riset terbanyak (Korea Selatan, Israel, dan Jepang) datang dari perusahaan swasta.
Strategi untuk mendapat dukungan lebih dari perusahaan swasta
Praktik umum untuk memikat perusahaan swasta untuk berinvestasi di penelitian adalah menawarkan mereka insentif pengurangan pajak. Hal ini berarti perusahaan akan dikurangi pajaknya jika mereka melakukan investasi di bidang penelitian.
Negara seperti Inggris dan Prancis sudah melakukan kebijakan ini.
Walau begitu, tidak sedikit yang meragukannya, termasuk Belitz.
“Di negara dengan insentif pajak yang besar (seperti Prancis dan Inggris), hubungan investasi dari pihak swasta di bidang riset terhadap perkembangan ekonomi tidak begitu berbeda dengan negara-negara tanpa insentif pajak sama sekali (seperti Jerman),” ujar Belitz.
Dalam penelitiannya, Belitz menyarankan pemerintah memberi insentif pajak kepada perusahan kecil dan menengah saja.
“Hal ini masih dibicarakan,” ujarnya.
Rendy mengakui pengurangan pajak mungkin cara paling pragmatis untuk mengajak perusahaan berinvestasi lebih dalam sektor penelitian. Namun, solusi ini mungkin bukan yang terbaik.
Untuk kasus Indonesia, Rendy percaya bahwa membangun kolaborasi penting dilakukan untuk mendapat dukungan dari pihak swasta untuk mengembangkan sektor penelitian. Dalam kolaborasi ini, perusahaan tidak hanya bekerja sama dengan pemerintah tapi juga bisa berkolaborasi dengan perusahaan lain untuk bidang penelitian serupa.
“Dalam kolaborasi ini, perusahaan e-commerce dapat patungan untuk menyokong proyek penelitian tertentu yang berhubungan dengan bisnis mereka,” ujarnya. (theconversation.com)