Jakarta- Dikutip dari situs lipi.go.id, penanganan pascabencana menjadi tahapan penting bagi para penyintas bencana untuk menentukan apakah mereka dapat kembali ke kehidupan normal (build back), menjadi lebih baik (build back better), atau justru menjadi lebih terpuruk (collapse). Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Kependudukan melakukan kajian penanganan pascabencana di Palu, Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah. “Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi dan mengembangkan strategi untuk rehabilitasi dan rekonstruksi dengan mempertimbangkan aspek sosial penduduk untuk pemulihan tempat tinggal dan sumber penghidupan menuju arah yang lebih baik, “ujar Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti.
Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi dan Perdesaan Kementerian Perencanan Pembangunan Nasional/Bappenas, Sumedi Andono Mulyo, menjelaskan bahwa pemerintah menyusun manajemen pengetahuan (knowledge management) tentang bencana untuk mendukung penyusunan perencanaan kebijakan penanggulangan bencana terkait pengenalan siklus dan pola bencana untuk meningkatkan kualitas perencanaan penanganan bencana.“Manajemen komunikasi yang optimal dalam membangun kerjasama, kemitraan, kolaborasi dan koordinasi baik internal maupun eksternal menjadi syarat untuk penyusunan manajemen kebencanaan secara holistik,” ujarnya.
Kajian ini sendiri memberikan dua rekomendasi utama untuk aspek pemulihan tempat tinggal dan sumber penghidupan. Untuk pemulihan tempat tinggal, peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Gusti Ayu Ketut Surtiari menekankan konsep aman, nyaman, sehat, dan fungsi pemulihan psikis dalam pemulihan tempat tinggal. “Perlu pengawasan dalam menjaga kualitas sesuai standar minimal yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga para penyintas tidak menjadi lebih rentan, tetapi dapat kembali perlahan ke kehidupan yang normal,” ujarnya.
Terkait pemulihan sumber penghidupan, tim peneliti memetakan tiga sumber mata pencaharian utama di Palu, Sigi, dan Donggala yang terdampak bencana, yakni pertanian, perdagangan, dan perikanan laut. Untuk sektor pertanian, hasil penelitian memberi rekomendasi perlunya penentuan status lahan pertanian yang hilang serta besarnya kompensasi akibat bencana sehingga dapat dijadikan sebagai modal usaha tani bagi pemiliknya.
Sementara untuk sektor kelautan, rekomendasi yang diberikan tim peneliti adalah adanya bantuan kepada nelayan tradisional berupa peralatan. “Juga sarana untuk menyimpan ikan agar tetap segar yang bisa digunakan oleh istri-istri nelayan untuk menjual ikan hasil tangkapan suaminya,” ungkap Gusti Ayu. Sedangkan untuk sektor niaga, hasil penelitian merekomendasikan pentingnya bantuan modal dan tempat usaha untuk pedagang yang disesuaikan dengan kebutuhan jenis usaha dagang dan skala usahanya. “Juga penyediaan dan peningkatan akses informasi, modal, keterampilan, teknologi dan akses pasar yang lebih luas bagi penyintas serta pembimbingan dalam kegiatan usaha,” tutupnya. (LIPI)