Anda mungkin satu dari banyak orang yang mengkonsumsi air melalui dispenser.
Tidak dipungkiri bahwa penggunaan dispenser sudah umum digunakan masyarakat dunia, begitu juga di Indonesia.
Dispenser banyak dipakai karena merupakan teknologi yang efisien dan ekonomis yang dilengkapi dengan pendingin dan penghangat air.
Minum air dari dispenser disebut-sebut bisa menyebabkan datangnya penyakit.
Dalam sebuah penelitian yang hasilnya dipublikasikan oleh Times of India (13/2/2018), disebutkan bahwa air yang tersedia dalam dispenser bisa jadi sudah terkontaminasi kuman dan bakteri.
Hal ini disebabkan oleh adanya kemungkinan saluran air di bagian dalam dispenser yang kotor dan penuh dengan bakteri namun tidak pernah disadari sebelumnya karena posisinya yang tertutup.
National Science Foundation International bahkan menyebutkan bahwa di dalam setiap 1 Inchi persegi pendingin air yang ada di dispenser ternyata bisa saja memiliki 2,7 juta kuman yang jika kita konsumsi bersama dengan air minum akan menyebabkan datangnya penyakit.
Fakta lain dari konsumsi air dispenser, kita mungkin berpikir jika air dengan botol galon yang dipakai sebagai sumber air dispenser ini pastilah sudah bersih karena tertutup rapat dari udara luar.
Yang menjadi masalahnya, saat dimasukkan ke dispenser, air ini akan langsung terpapar kotoran, debu, dan berbagai kuman yang ada di dalam dispenser.
Padahal, belum tentu dispenser ini rutin dibersihkan sehingga tentu ada kemungkinan kita mengkonsumsi air yang kaya akan kuman penyebab penyakit.
Melihat fakta ini, jika kita yang cenderung sering menggunakan dispenser di dalam rumah, maka harus rajin membersihkannya demi mencegah masuknya kuman pada air yang kita minum.
Aqua Kandung Ribuan Partikel Plastik
Investigasi terhadap berbagai merk minuman kemasan mengungkap bahwa air di dalam botol Aqua Danone dan Nestle Pure Life mengandung partikel plastik.
Kedua merk itu hanyalah sebagian dari 11 merk minuman kemasan taraf dunia dan lokal yang diuji.
Bahkan, merk Evian dan San Pellegrino tak luput dari temuan partikel plastik tersebut.
“Kami menemukan (plastik) di dalam botol demi botol dan merk demi merk,” kata Sherri Mason, profesor kimia dari State University of New York yang dilibatkan dalam investigasi, kepada BBC.
“Ini bukan soal mencari kesalahan merk tertentu. Ini benar-benar ingin menunjukkan bahwa hal tersebut ada di mana-mana, bahwa plastik menjadi materi yang menyebar di masyarakat kita dan bisa menembus air. Semua produk ini adalah yang kita konsumsi pada level mendasar,” sambungnya.
Saat ini, tiada bukti bahwa mencerna plastik dalam wujud sangat kecil (mikroplastik) dapat menimbulkan penyakit pada tubuh. Namun, memahami potensi dampaknya adalah bidang yang dikaji dalam sains.
Investigasi terhadap berbagai merk minuman kemasan dipimpin oleh organisasi jurnalisme, Orb Media.
Untuk meneliti kandungan plastik di dalam botol air, organisasi itu menggandeng State University of New York di Amerika Serikat.
Setelah air disaring, partikel berwarna kuning dapat dengan mudah dilihat/ORB MEDIA.
BBC menghubungi beragam merk yang disebutkan dalam investigasi tersebut.
Nestle menyatakan telah memulai uji mikroplastik secara internal sejak dua tahun lalu dan hasilnya plastik tidak dideteksi “di atas level pendeteksian”.
Seorang juru bicara Nestle menambahkan bahwa kajian Profesor Mason meluputkan beberapa langkah kunci untuk menghindari “hasil positif yang salah”. Dia juga mengatakan pihaknya mengundang orb Media untuk membandingkan metode.
Secara terpisah, Danone mengatakan tidak bisa mengomentari kajian tersebut karena “metodologi yang digunakan tidak jelas”.
Danone menegaskan botol yang mereka gunakan untuk menampung air masuk kategori “kemasan yang sesuai untuk makanan”.
Perusahaan itu menambahkan bahwa tidak ada aturan pasti mengenai mikroplastik atau konsensus dalam sains untuk mengujinya.
Metode pengujian
Untuk menguji partikel plastik, ilmuwan dari State University of New York mendatangkan 250 air kemasan dari 11 merek di sembilan negara yang dipilih atas dasar besarnya populasi atau konsumsi air kemasan yang relatif tinggi.
Merk-merk itu mencakup merk taraf internasional:
Aquafina
Dasani
Evian
Nestle Pure Life
San Pellegrino
Adapun merk taraf nasional meliputi:
Aqua (Indonesia)
Bisleri (India)
Epura (Meksiko)
Gerolsteiner (Jerman)
Minalba (Brasil)
Wahaha (Cina)
Pengujian kandungan plastik melibatkan bahan pewarna bernama Nile Red yang dimasukkan ke setiap botol—sebuah teknik yang dikembangkan baru-baru ini oleh sejumlah ilmuwan Inggris untuk melacak keberadaan plastik di air laut.
Kajian sebelumnya menemukan bahwa bahan pewarna itu melekat pada partikel plastik dan membuatnya menjadi berpendar di bawah sorotan cahaya tertentu.
Profesor Mason dan kolega-koleganya kemudian menyaring sampel partikel plastik dan menghitung setiap kepingan berukuran di atas 100 mikron—kira-kira setara dengan diameter sehelai rambut manusia.
Beberapa partikel tersebut cukup besar untuk diambil dan dianalisa menggunakan alat inframerah. Hasilnya, partikel-partikel itu teridentifikasi sebagai plastik.
Sebagian besar partikel lainnya yang berukuran di bawah 100 mikron dihitung menggunakan teknik dalam ilmu astronomi.
Jenis partikel-partikel kecil ini tidak dapat dikonfirmasi sebagai plastik, namun Profesor Mason menyebutnya “secara rasional ditengarai sebagai plastik”.
Pasalnya, meski pewarna Nile Red bisa melekat pada bahan selain plastik—seperti kepingan kerang atau alga—namun kemungkinan ini kecil ditemukan di air kemasan.
Setelah melakoni tes, Profesor Mason menemukan hanya 17 dari 259 botol air kemasan yang tidak mengandung partikel plastik.
Adapun jumlah partikel plastik di botol-botol air kemasan cukup beragam.
Aqua Danone dari Indonesia, misalnya, memiliki 4.713 partikel plastik per liter.
Kemudian, Nestle Pure Life mengandung 10.390 partikel plastik per liter
Evian memuat 256 partikel plastik per liter
San Pellegrino mempunyai 74 partikel plastik per liter.
Lantaran kajian ini tidak melewati sorotan ilmuwan lain atau publikasi dalam jurnal ilmah, BBC meminta tanggapan para ahli.
Dr Andrew Mayes dari University of East Anglia dan salah satu pionir teknik Nile Red, mengatakan teknik yang digunakan merupakan “kimia analisis berkualitas sangat tinggi” dan hasilnya “cukup konservatif”.
Michael Walker, konsultan Badan Ahli Kimia Pemerintah Inggris dan pendiri Badan Standar Pangan mengatakan penelitian tersebut “dilakukan dengan baik” dan penggunaan Nile Red menunjukkan “jejak rekam yang sangat baik”.
Keduanya menekankan bahwa partikel di bawah 100 mikron tidak diidentifikasi sebagai plastik. Namun, karena bahan lainnya sangat tipis kemungkinannya untuk berada di dalam botol air kemasan, mereka menyebut itu “kemungkinan plastik”. David Shukman/Editor Sains, BBC. (tribunnews.com)