Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho meminta cetak biru (blueprint) penelitian bencana di Indonesia segera dibuat oleh Kemenristekdikti.
“Jadi kita sering koordinasi dengan Kementeristekdikti, karena tugas mereka membuat blueprint riset kebencanaan, bukan BNPB. Itu tanggung jawab Kementeristekdikti,” kata Sutopo saat ditemui di Kantor BNPB, Jakarta pada Rabu (2/1/2019).
“Menyusun blueprint dan masterplan. Jadi [isinya] setiap tahun tahu apa [riset] yang harus dilakukan. Sekarang belum ada. Penelitian-penelitian yang ada sporadis dan banyak tak bisa diimplementasikan,” Sutopo menambahkan.
Penyusunan blueprint dan masterplan, kata Sutopo, akan berimplikasi pada penerapan panduan itu di akademikus kampus yang melakukan penelitian kebencanaan. Dia menilai penelitian soal bencana di Indonesia selama belum berkembang pesat secara kualitas, jumlahnya pun tidak banyak.
“Contoh ketika terjadi longsor di daerah, Presiden memerintahkan kepada BNPB untuk segera pasang sistem peringatan dini yang banyak,” kata Sutopo.
Dia melanjutkan, “[Lalu] kami kumpulkan lembaga riset dan perguruan tinggi yang berpengalaman membangun sistem peringatan dini rawan longsor. Kami punya anggaran yang banyak dan siap pakai. Ternyata hanya UGM yang siap, itu pun hanya 30 unit [alat peringatan dini longsor] setahun.”
Oleh karena itu, Sutopo berpendapat penelitian dengan topik kebencanaan di Indonesia selama ini kurang berkembang karena belum dikoordinir oleh Kemenristekdikti.
“Sebenarnya sudah ada penelitian-penelitian yang dilakukan. Banyak juga [hasil] penelitian yang langsung kami gunakan. Namun, perlu juga riset-riset tadi terwadahi, terutama oleh industri,” ujarnya.
“Ada permasalahan-permasalahan, riset-riset tadi perlu dikembangkan, perlu dibangun secara industri,” Sutopo menambahkan.
Dia berpendapat demikian karena wilayah Indonesia rawan bencana sehingga riset mengenai potensi kebencanaan dan solusi mengurangi dampak kerusakan penting dilakukan secara massif.
“Indonesia rawan bencana, Indonesia laboratorium bencana, harusnya produk-produk penelitian dan riset harus produksi dalam negeri, bukan dari luar,” ujar Sutopo. (tirto.id)