JAKARTA — Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menilai dosen lebih tertarik mengajar dibandingkan meneliti.
Penyebabnya, pendapatan dosen dari hasil mengajar lebih banyak ketimbang dari penelitian. Demikian diungkap Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti, Ali Ghufron Mukti, di Jakarta, Selasa (30/10/2018) seperti dilansir Antara.
Ghufron menambahkan ada kesenjangan dalam penelitian di Tanah Air, terutama terkait potensi dan apa yang diteliti. “Potensi penelitian di Tanah Air sangat banyak. Sayangnya potensi itu tidak digarap maksimal,” ujar Ghufron.
Potensi tersebut tidak digarap maksimal karena dosen lebih banyak mengajar dibandingkan meneliti. Ghufron mengatakan pendapatan dosen lebih banyak dari hasil mengajar dibandingkan meneliti.
Seharusnya baik mengajar maupun meneliti harus seimbang. Permenristekdikti No. 17/2017 memberi peluang dosen untuk tidak hanya mengajar, tapi juga meneliti. “Budaya meneliti sudah ada di kita, tapi masih kurang kuat. Masih sangat kurang menceritakan atmosfer akademik. Akhirnya hasil penelitiannya kurang,” kata dia.
Selain itu, di sejumlah Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK) terjadi kesenjangan peneliti muda dan peneliti tua. Saat ini lebih banyak peneliti berusia tua dibandingkan yang muda. Menurut Ghufron, hal tersebut harus segera diatasi agar kesenjangan tidak semakin berlarut.
Melalui Program Riset Inovatif Produktif (Rispro), Ghufron yakin kesenjangan tersebut dapat diatasi. Program tersebut bertujuan meningkatkan kapasitas dan kualitas peneliti serta mentransfer pengetahuan dari peneliti yang berusia tua ke yang muda.
“Sekarang perkembangan teknologi dan seni luar biasa. Jika kapasitas peneliti tidak diperkuat, akan semakin susah. Apalagi sekarang eranya teknologi revolusi industri 4.0,” kata dia lagi. (IFR/Solopos.com)