News

Puslitbang Keuda Kaji Evektivitas Dana Otsus Aceh

Pemberian dana Otsus (Otonomi Khusus) pada Provinsi Aceh sejak 2008 lalu menentukan banyak pertanyaan, sudah evektivitaskah penggunaan dana otsus tersebut dalam kesejahteraan rakyat Aceh? Untuk itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Keuangan Daerah, BPP Kemendagri melakukan kajian terkait evektivitas penggunaan dana otsus di Aceh.

Pada FGD (Focused Group Discussion) hadir narasumber dari BPKP (Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan), Edi Suharto, Kepala Puslitbang Keuda BPP Hotman Mouritz Panjaitan, dan dimoderatori oleh Moh. Ilham A. Hamudy. Menurut Edi, Otsus di Aceh sudah diatur sejak UU No 11 Tahun 2006 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan ketentuan umum Qonun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah Perda sebagai pelaksanaan UU di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus.

“DOKA (Dana Otonomi Khusus Aceh) sebenarnya bisa berkontribusi menurunkan angka kemiskinan di Aceh sejak 2008. Namun apa yang terjadi? Aceh masih tetap menjadi salah satu provinsi termiskin. Awal 2018, Aceh bahkan masuk dalam provinsi termiskin di Sumatera dan menjadi daftar enam provinsi termiskin di Indonesia. Padahal setidaknya 54 persen dari 5.313 kegiatan pada 2010 yang bersumber dari dana otsus,” kata Edi

Dana Otsus 2017 dialokasikan 60% untuk pembangunan Aceh yang dikelola oleh Pemerintah Aceh dan 40% dialokasikan untuk pembangunan kabupaten/kota yang dialokasikan dalam bentuk dana transfer yang setiap tahun ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapat persetujuan DPRA (Dewan Pertimbangan Rakyat Aceh). “Hal itu menunjukkan bahwa pengaturan otsus perlu diawasi secara detail. Salah satu poin yang juga kurang mendapatkan pengawasan adalah terkait perubahan kewenangan proporsi yang lebih besar dari alokasi dana Otsus pada 2013,” tambahnya.

Pentransferan dana dari pusat ke provinsi atau pusat ke Kabupaten juga telah dilakukan oleh pihak Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) dalam upaya perjalanan dana lebih mudah dilacak sehingga mencegah terjadi penyalahguaan anggaran dalam perancangan dana otsus.

“Namun memang selalu ada celah untuk melakukan upaya korupsi pada tahap pelaksanaan penggunaan anggaran. Celah ini berada di lingkungan Pemerintah Daerah yang menyulitkan Kemendagri. Tindakan penyalahgunaan dana otsus tidak bisa terlepas dari individu kepala daerah itu sendiri, akibatnya dana otsus Aceh yang sudah diterima sejak 2008 hingga 2017 mencapai angka Rp 56,67 triliun seharusnya bisa mengubah Aceh menjadi daerah yang lebih baik lagi,” harapnya. (IFR)

Join The Discussion