Buku Pusat Gempa Nasional (Pusgen) yang dirilis oleh Kementerian PUPR Pada Oktober 2017, membeberkan peta sumber dan bahaya gempa di Indonesia.
Menurut Amien Widodo, ahli geologi dari Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) Institut Teknologi Sepuluh Nopember ( ITS) Surabaya, menjelaskan ada dua sumber gempa yang mengancam Jawa Timur, khususnya Surabaya.
Amien dan sejumlah ahli mengusulkan sejumlah langkah untuk mitigasi bencana agar mengantisipasi jatuhnya banyak korban saat gempa benar-benar terjadi. Berikut ini fakta dari para ahli geologi ITS Surabaya tentang ancaman gempa di Jawa Timur.
Amien Widodo mengatakan, dua sumber gempa di jawa Timur adalah tumbukan lempeng di selatan Jawa Timur dan sesar aktif di Jawa. Kedua sumber gempa tersebut mengancam wilayah di sebagian besar Jawa Timur dan berpotensi tsunami.
“Gempa akibat tumbukan lempeng dikenal dengan Gempa Megathrust dengan magnitudo maksimum M 8,7 dan berpotensi tsunami melanda pantai selatan Jawa Timur,” ujar Amien kepada Kompas.com, Sabtu (13/10/2018).
Untuk sesar aktif di Jawa Timur, terpantau melewati Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan, Surabaya, dan Waru, Caruban, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, dan Nganjuk.
“Sesar aktif di daratan umumnya sangat merusak, hal ini disebabkan besarnya guncangan yang merupakan fungsi kekuatan sumber gempa dan jarak sumber gempa,” kata dia. “Walau kekuatan sumber gempanya kecil, kalau letaknya yang dekat di bawah kita, maka guncangannya akan berdampak besar,” kata Amien.
Melihat ancaman gempa bumi di wilayah Jawa Timur, para ahli mengusulkan untuk segera dilakukan pemetaan jenis tanah. Menurut Amien, salah satu tujuan pemetaan jenis tanah tersebut adalah untuk pengaturan tata ruang wilayah.
Dari pemetaan tersebut akan diketahui tingkat kerawanan sebuah wilayah terhadap gempa bumi. Setelah itu, pemkot Surabaya harus melakukan peniaian kualitas bangunan dan sifat fisik tanah di kawasan Surabaya.
Hal ini dilakukan untuk melakukan zonasi kawasan berisiko terhadap dua sesar aktif di Surabaya dan Waru.
Untuk memetakan suatu kawasan itu berisiko tinggi, sedang, atau rendah cukup sederhana. Menurut Amien, jika desain dan standar bangunan jelek atau tidak sesuai dengan aturan tahan gempa, dan lapisan tanah di bawahnya lembek atau lunak, maka masuk kategori Kawasan Risiko Bencana (KRB) gempa tinggi.
Untuk KRB gempa sedang, apabila desain bangunannya baik, tetapi lapisan tanahnya jelek. Atau sebaliknya, desain bangunannya jelek, lapisan tanahnya bagus.
Sementara, jika desain bangunan cukup baik dan lapisan tanahnya bagus, termasuk dalam KRB gempa rendah.
Pemerintah Kota Surabaya, Jawa Timur, langsung bekerja bersama dengan tim peneliti geologi ITS Surabaya untuk memeatakan kawasan rawan gempa di Kota Pahlawan tersebut.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeko) Kota Surabaya, Ery Cahyadi, mengatakan, pemetaan kawasan gempa di Surabaya menggunakan metode sondir dan boring tanah di seluruh kelurahan yang ada di wilayah Kota Surabaya.
“Karena sesar Waru dan sesar Surabaya berpotensi menimbulkan gempa dan gempa itu menimbulkan kerusakan dan robohnya bangunan,” kata Ery kepada Kompas.com, Senin (15/10/2018).
Setelah hasil sondir dan boring tanah, Pemkot Surabaya akan mengevaluasi dan memperbaiki kondisi tanah dan bangunanan. “Semua hasil sondir boring tanah sudah kami kirim ke ITS. Hasilnya akan kami sosialisasikan dan kami lakukan perbaikan tanah dan kondisi bangunan (di Surabaya),” kata Ery.
Selain itu, Pemkot Surabaya juga akan memasang 15 unit seismograf (alat pendeteksi gempa) di Surabaya. “Kami akan memasang 15 seismograf di 15 titik yang ada di Kota Surabaya,” Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat (BPB Linmas) Surabaya, Eddy Chrisjanto.
Berdasarkan peta risiko tersebut, arahan mitigasi bencana atau arahan pengurangan risiko harus segera dilakukan.
“Untuk kawasan risiko tinggi berarti harus ada perbaikan atau perkuatan bangunan rumah, gedung dan infrastruktur,” kata Amien.
Selain itu, harus ada upaya perbaikan tanah agar tidak mengalami amplifikasi dan likuifaksi. Lalu bagi warga Surabaya yang mau membangun di kawasan berisiko tinggi, perlu mengikuti tata cara yang ketat tentang bangunan tahan gempa.
“Masyarakat yang bermukim di kawasan berisiko tinggi juga harus lebih waspada, karena Surabaya pernah mengalami gempa,” kata dia.
Selain itu, masyarakat diminta untuk untuk tidak panik saat terjadi gempa. “Begitu gempa lari tenggang langgang, harusnya lari dan mengingat yang lain. Jangan hanya mengandalkan kepanikan,” kata Amien. (kompas.com)