Para peneliti, jurnalis, akademisi dan siapa pun yang membutuhkan data untuk penelitian, kini akan semakin mudah menelusuri data di dunia maya. Hal itu lantaran Google baru saja meluncurkan fitur baru yang khusus dibuat untuk tujuan di atas. Fitur baru itu bernama “Dataset Research” yang bisa dicoba di tautan berikut ini.
Fitur ini akan menyokong Google Scholar, yang selama ini membantu banyak para akademisi dan peneliti untuk menyelesaikan penelitian mereka. Serupa dengan Google Scholar, Dataset Research akan menampilkan dimana saja data disimpan, apakah di situs publikasi tertentu, perpustakaan digital, atau bahkan laman web pribadi seseorang. Bagi peneliti yang akan mempublikasi data online mereka, baik dari universitas dan pemerintahan, harus menyertakan metadata di sebuah laman situs. Metadata tersebut menerangkan informasi tentang siapa yang membuat penelitian, kapan dipublikasikan, bagaimana pengumpulan datanya, dan sebagainya.
Lantas, informasi tersebut akan diindeks oleh mesin pencarian Google dan digabungkan dengan informasi dari gudang data Google, Knowledge Graph. Jadi, misalnya kumpulan data (dataset) suatu penelitian dipublikasikan oleh suatu institusi, informasi tentang institusi tersebut akan muncul juga di pencarian.
Lantas, informasi tersebut akan diindeks oleh mesin pencarian Google dan digabungkan dengan informasi dari gudang data Google, Knowledge Graph. Jadi, misalnya kumpulan data (dataset) suatu penelitian dipublikasikan oleh suatu institusi, informasi tentang institusi tersebut akan muncul juga di pencarian.
Perwakilan Google, Natasha Noy yang juga membantu riset di Google AI mengatakan bahwa Dataset Research membantu puluhan ribu data dari banyak repositori, bertumpu di satu tempat secara kolektif. “Kami ingin membuat data mudah ditemukan,” papar Noy sebagaimana KompasTekno kutip dari The Verge, Jumat (7/9/2018). Hingga saat ini, publikasi dataset sangat terfragmentasi. Preferensi repositori penelitian akan didasarkan pada masing-masing domain. Karenanya, Noy mengatakan banyak peneliti yang mengeluh karena tidak menemukan dataset yang mereka butuhkan. Peneliti harus mencari komunitas yang segagasan dengan mereka untuk mendapatkan petunjuk di mana data yang mereka butuhkan disimpan. Noy menyontohkan peneliti iklim kenalannya. Saat ia membutuhkan dataset spesifik mengenai temperatur laut, ia tidak menemukannya dimana pun. Ia baru bisa melanjutkan penelitiannya setelah mengikuti konferensi di salah satu kampus dan bertanya ke orang-orang di sana, dimana ia bisa mendapat dataset yang ia butuhkan. “Dataset sebenarnya sudah ditulis dengan baik di tempat yang aman, namun susah dicari,” lanjut Noy. Baca juga: Trump Tuding Hasil Pencarian Google Dimanipulasi Sebagai debut, Dataset Research akan mewadahi penelitian tentang isu lingkungan dan sosial, data pemerintahan, dan dataset dari berbagai media. “Penelusuran dataset selalu sulit dilakukan, saya harap Google bisa membuatnya lebih mudah,” ungkap Jeni Tennison, CEO Open Data Institute (ODI). Lebih lanjut, Tennison mengatakan jika Google benar-benar ingin memudahkan akses dataset, sebaiknya juga mempublikasikan datasetnya sendiri agar bisa diindeks oleh Dataset Research. “Jika kita ingin memahami bagaimana orang mencari data dan membuatnya lebih mudah diakses, alangkah baiknya jika Google membuka datanya sendiri tentang ini,” jelas Tennison. (IFR/Tribunnews.com)