Indonesia menjadi negara yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim, yang salah satunya adalah kenaikan muka air laut.
Untuk mengatasi dampaknya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) perlu lebih dari sekadar membuat peraturan, tetapi juga menganggarkan dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Namun hingga kini DPRD belum berperan banyak. Itu salah satu temuan hasil kajian Kajian Tata Kelola Perubahan Iklim yang dilakukan tim peneliti Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan atau Kemitraan pada tahun 2017 di empat kabupaten/kota, yakni Kota Pekalongan dan Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah, Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, serta Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah menunjukan bahwa fungsi DPRD terkait isu-isu perubahan iklim perlu ditingkatkan.
Kajian dilakukan melalui pengolahan data obyektif yang dimiliki masing-masing pemangku kepentingan pada 2015-2016, serta pengolahan data persepsi melalui wawancara tatap muka dan diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion) terhadap 35 responden utama pada 2017.
“Tercatat, dari empat wilayah yang diteliti, anggaran daerah untuk sektor adaptasi perubahan iklim belum maksimal, rata-rata hanya sekitar 5 persen dari total APBD. Jumlah tersebut relatif kecil jika dibandingkan dengan Kabupaten Gorontalo yang sudah berkomitmen mengalokasikan anggaran daerahnya sebesar 10 persen dari total APBD per tahun,” kata Arif Nurdiansah, peneliti tata kelola perubahan iklim Kemitraan lewat surat elektronik kepada Kompas.com, Rabu (30/8/2018).
Padahal dampak perubahan iklim di empat wilayah tersebut menurut Arif relatif lebih parah dibanding Gorontalo.
“Misalnya banjir rob yang sudah melanda 7 kelurahan atau sekitar 40 persen dari Kota Pekalongan selama hampir 10 tahun terakhir, kebakaran lahan gambut di Pulang Pisau akibat kekeringan yang berkepanjangan, serta penurunan produktivitas pertanian di Kebumen akibat pergeseran musim,” terang Arif.
Dibandingkan dengan wilayah lain, data laporan Kunker dan Reses anggota DPRD Kebumen cukup aktif dalam melaksanakan fungsi pengawasan baik terkait implementasi perda, APBD dan kebijakan pemerintah dalam memastikan upaya adaptasi perubahan iklim di tiga sektor yaitu pendidikan, kesehatan dan sanitasi. Namun dari segi anggaran, komitmen Kabupaten Kebumen terhadap adaptasi perubahan iklim tergolong masih rendah.
“Selain alokasi anggaran pemberdayaan perempuan, program-program terkait adaptasi perubahan iklim juga masih kurang. Di kurang lebih 9 dinas hanya sekitar 3% dari total APBD tahun 2016,” jelasnya.
Kondisi serupa juga terjadi di Kota Pekalongan. Berdasarkan rekapitulasi dari anggaran belanja program diluar belanja pegawai terkait lingkungan hidup dan sanitasi yang tersebar dalam Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Peternakan dan Kelautan, Badan Lingkungan Hidup, Bappeda, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Kantor Ketahanan Pangan hanya senilai 28,9 milyar atau 3 persen dari total APBD 2016 yang sebesar Rp. 857 milyar.
Sementara itu, tim peneliti Kemitraan mencatat bahwa pimpinan legislatif di Donggala dan Pulang Pisau belum menjalankan fungsi pengawasan di bidang perubahan iklim.
Kemitraan mendorong agar DPRD harus memperkuat komitmennya dengan cara menaikan anggaran, memperbanyak peraturan dan memperkuat pengawasan terkait program adaptasi perubahan iklim. (KOMPAS.com)