JAKARTA – Saat ini tengah digodog rancangan Peraturan Presiden tentang Percepatan Kendaraan Listrik Nasional. Pembahasan rancangan ini dinilai mampu menjadi momentum bagi Indonesia untuk melakukan hilirisasi riset ke dunia industri. Namun, harapan ini mensyaratkan adanya regulasi yang benar-benar berpihak kepada industri kendaraan listrik dalam negeri.
Hilirisasi riset kendaraan listrik ke industri sangat dibutuhkan agar Indonesia dapat bersaing dengan Negara lain dalam mengembangkan kendaraan listrik. Dalam struktur biaya, baterai memakan hampir separuh dari seluruh biaya produksi kendaraan listrik.
Diketahui, di dalam negeri, riset baterai kendaraan listrik tengah dijalankan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Dengan dukungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi serta PT Pertamina, UNS telah memiliki pabrik sel baterai di Pusat Pengembangan Bisnis UNS di Solo. Pabrik itu menjadi satu-satunya pabrik pembuat sel baterai di Indonesia.
Lantas, keberpihakan seperti apa yang diperlukan untuk mempercepat hilirisasi riset? Siapa saja pihak yang mestinya terlibat dan berkolaborasi dalam upaya ini? Lalu, regulasi seperti apa pula yang dibutuhkan untuk menopang infrastruktur penunjang hilirasasi riset?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan beberapa narasumber, yakni: Kepala Lembaga Pengembangan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta/ Pemimpin Riset Sel Baterai Prof Muhammad Nizam dan Wakil Direktur Research Center For Advance Vehicle (RCAVe) Universitas Indonesia Mohammad Adhitya. (IFR/IdolaFm)