BEIJING — Polusi udara bisa lebih merusak kesehatan daripada yang diperkirakan sebelumnya. Menurut sebuah studi baru, paparan udara kotor yang berkepanjangan memiliki dampak signifikan pada kemampuan kognitif, terutama pada pria yang lebih tua.
Menurut studi yang diterbitkan dalam Prosiding National Academy of Sciences, menghirup udara yang tercemar menyebabkan pengurangan secara tajam dalam skor pada tes verbal dan matematika. Para peneliti di International Food Policy Research Institute (IFPRI) memeriksa data dari survei longitudinal nasional China Family Panel Studies.
Hasil tersebut memetakan skor tes kognitif hampir 32 ribu orang di atas usia 10 tahun antara 2010 dan 2014 terhadap paparan udara buruk untuk jangka pendek dan panjang. Tim menemukan, skor verbal dan matematika menurun dengan meningkatnya paparan polusi udara kumulatif. Dengan penurunan skor verbal yang sangat menonjol di kalangan pria yang lebih tua dan kurang berpendidikan.
“Kerusakan polusi udara pada otak yang sudah tua kemungkinan membebani kesehatan dan biaya ekonomi yang besar, mengingat fungsi kognitif sangat penting bagi orang tua untuk menjalankan tugas harian dan membuat keputusan ekonomi berisiko tinggi,” kata penulis studi Xiaobo Zhang dari Universitas Peking, dikutip dari CNN, Rabu (29/8).
Penurunan kognitif atau gangguan, yang dapat disebabkan oleh polusi udara menurut penelitian, juga merupakan faktor risiko potensial dalam mengembangkan penyakit Alzheimer atau bentuk lain demensia. Paparan polusi diukur menggunakan data pada kualitas udara, yang mencakup tiga polutan udara, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, dan partikel yang lebih kecil dari 10 mikrometer diameter.
“Kerusakan pada kemampuan kognitif oleh polusi udara juga mungkin menghambat pengembangan sumber daya manusia. Oleh karena itu, fokus sempit pada efek negatif pada kesehatan mungkin meremehkan total biaya polusi udara,” kata Zhang.
Penelitian ini menambah banyak masalah kesehatan yang berkaitan dengan polusi udara. Hasil tersebut pun menjadi perhatian khusus bagi negara-negara berkembang, yang kota-kota asapnya dapat menghambat pembangunan ekonomi nasional.
“Temuan kami pada efek merusak dari polusi udara pada kognisi menyiratkan efek tidak langsung dari polusi pada kesejahteraan sosial bisa jauh lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya,” kata Zhang.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sembilan dari dari 10 orang di planet ini menghirup udara yang mengandung tingkat polutan yang tinggi. Wilayah yang terkena dampak terburuk adalah Afrika dan Asia.
Dari 20 kota paling tercemar di dunia, yang diukur oleh WHO, semuanya berada di negara berkembang. Hampir semua kota di negara berpenghasilan rendah hingga menengah dengan lebih dari satu juta penduduk gagal memenuhi pedoman minimum WHO. (REPUBLIKA.CO.ID)