Sudah banyak artikel membahas efek positif musik pada anak. Bahkan kita sempat mengalami booming buku-buku mengenai efek musik klasik pada janin ibu hamil (Mozart effect). Terkait Mozart effect itu, sayangnya kemudian dalam sebuah penelitian 2010 yang terbit di jurnal “Intelligence volume 38” menyatakan bahwa tidak ada bukti valid menyatakan masuk klasik bisa meningkatkan IQ pada bayi. Namun apakah benar musik, khususnya musik instrumental memiliki dampak positif pada anak atau bayi? Hal ini nampaknya benar. Setidaknya menurut beberapa penelitian berikut ini. 1. Terapi musik untuk anak tuna-rungu Nina Kraus, doktor neurologi Northwestern University, Amerika Serikat menyatakan pelajaran musik yang diberikan secara rutin pada anak, misalnya seminggu sekali, dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi dan meningkatkan daya ingat. Pelajaran musik dimaksud di sini adalah bermain piano. Meski demikian menurut saya, bukan alat musiknya yang penting, tapi pengenalan dan aktivitas anak bermain nada, melodi, dan irama. Saya sendiri ketika masih menjadi mahasiswa psikologi UGM, pernah terlibat langsung dalam sebuah tim melakukan terapi musik untuk meningkatkan regulasi emosi. Uniknya terapi musik ini untuk anak-anak tuna rungu. Bagaimana bisa, anak yang tidak dapat mendengar diberikan terapi musik? Ternyata bisa. Anak-anak ini meski tidak dapat mendengar tapi dapat merasakan getaran. Perbedaan getaran (nada) ini yang kemudian disusun menjadi irama dan melodi. Waktu itu, terapi ini cukup berhasil. 2. Memberikan treatment ekstra Penelitian lain terbaru terbit di jurnal PNAS (Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America) edisi bulan Juli 2018. Penelitian dilakukan di China oleh Yun Nan, profesor neurologi Beijing Normal University dan Robert Desimone direktur McGovern Institute for Brain Research di MIT (Massachusetts Institute of Technology) . Dalam penelitian ini, peneliti merekrut 74 orang anak dengan rentang usia 4-5 tahun. Kelompok anak ini dibagi menjadi 3 untuk melihat apakah kemampuan musik (piano) dapat meningkatkan kemampuan membaca pada anak. Kelompok pertama tidak diberikan intervensi apapun sebagai kelompok kontrol. Mereka mendapat pelajaran membaca biasa. Kelompok kedua diberikan pelajaran piano, tiga kali dalam seminggu masing-masing 45 menit. Kelompok ketiga diberikan pelajaran membaca ekstra, juga secara rutin dalam seminggu di luar jam pelajaran normal. Setelah enam bulan peneliti melihat pengaruhnya. Anak-anak ini diminta membedakan kata-kata berdasarkan huruf vokal (a-i-u-e-o) dan konsonannya. Hasilnya? Anak-anak yang diberikan pelajaran ekstra (kelompok 2 dan 3) kemampuan membacanya jauh melebihi anak-anak yang tidak diberikan intervensi apapun. Jelas saja, tentu hasil ini tidak mengherankan . Hasil berikutnya justru mengagetkan para peneliti. 3. Meningkatkan kemampuan otak Anak-anak yang mendapatkan pelajaran musik (kelompok 2) menunjukkan kemampuan membaca jauh lebih tinggi daripada yang mendapatkan pelajaran ekstra khusus membaca (kelompok 3). Anak-anak ini mampu membedakan kata-kata lebih detail. Peneliti menyimpulkan bahwa pelajaran musik dapat meningkatkan kemampuan otak khususnya bagian perkembangan bahasa. Namun demikian tentu saja penelitian ini memiliki batasan-batasan. Misalnya penelitian hanya dilakukan di China, alat musik yang dikenalkan juga hanya piano. Belum ada bukti bahwa tambahan pelajaran musik berpengaruh secara langsung pada peningkatan IQ atau rentang perhatian anak. Tapi apakah pelajaran musik secara umum memiliki manfaat? Tentu saja manfaatnya sangat besar khususnya membantu anak lebih konsentrasi dalam belajar dan meningkatkan kepekaan anak mengenal huruf. Meski memiliki batasan, seperti setiap penelitian lain, hasil riset ini menarik mengenai betapa pentingnya pengenalan musik pada anak. Tentu alat musik tidak hanya piano. Nada, melodi dan irama bahkan bisa dikenalkan tanpa alat musik sama sekali. Misalnya hanya dengan suara dari mulut. Seperti acapella atau lantunan ayat suci. Untuk yang terakhir ini saya sendiri sering mempraktekkan pada anak saya berusia 8 bulan. Ketika sedang mendengar lantunan ayat suci, secara langsung maupun hanya lewat speaker kecil di rumah, anak menjadi lebih tenang dan tidak mudah rewel. Hal yang sama juga terjadi kalau diperdengarkan musik klasik atau musik instrumental. Mungkin karena semuanya memiliki melodi, irama, dan tempo yang mirip. Saya juga menunggu akademisi di Indonesia melakukan penelitian lanjutan, khususnya yang berminat turut memajukan pendidikan. Ada seorang yang menanyakan langsung kenapa saya banyak mengutip penelitian dari barat. Alasannya simpel saja, saya kesulitan menemukan laporan-laporan penelitian yang terbit di jurnal internasional dan mudah diakses di internet dari para akademisi Indonesia. Kalau Anda bersedia share hasil karya peneliti Indonesia, khususnya berhubungan dengan psikologi, dengan senang hati saya akan mempelajarinya. (IFR/Kompas.com)