JAKARTA – Indonesia harus memanfaatkan golden momentum dari keuntungan bonus demografi untuk percepatan riset dalam negeri terutama di bidang energi dengan support dari sektor swasta.
“Kalangan akademisi, bisnis, dan pemerintah harus berjamaah dalam melakukan riset agar output yang dihasilkan lebih optimal,” ujar Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti), Muhammad Dimyati di Jakarta.
Dimyati menjelaskan bahwa Kemristekdikti telah mengeluarkan beberapa kebijakan berupa peraturan untuk mendukung iklim percepatan riset dan pengembangan.
“Kemristekdikti telah menyusun dan menetapkan kebijakan yang diharapkan dapat mendukung iklim pelaksanaan riset menjadi lebih baik lagi, seperti rencana induk riset nasional (RIRN), penelitian berbasis output, dan penelitian multiyear,” jelasnya.
Saat ini, Kemristekdikti tengah berupaya menyusun peraturan mengenai double tax deduction yang pada intinya memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang melakukan penelitian.
Kebijakan double tax deduction sedang disusun oleh Kemristekdikti bersama-sama dengan Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan dengan tujuan mendorong peran serta sektor swasta untuk melakukan riset dan pengembangan lebih banyak lagi mengingat kontribusi sektor swasta yang masih sangat kecil dibandingkan dengan negara-negara lain.
“Berdasarkan data yang telah disusun oleh LIPI bekerjasama dengan Kemristekdikti tahun 2017, jumlah dana riset di Indonesia mayoritas masih berasal dari Pemerintah atau APBN, berbanding terbalik dengan negara-negara lain seperti Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, China, Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Vietnam, yang mayoritas dana risetnya berasal dari sektor bisnis,” pungkasnya. (IFR/Suara Merdeka)