Laporan investigatif media menyebutkan, makin banyak penelitian tanpa verifikasi diterbikan dalam jurnal-jurnal “kuasi-ilmiah”. Ada juga peneliti yang membayar agar tulisannya diterbitkan.
Ketika para peneliti mempublikasikan hasil penelitian mereka dalam jurnal ilmiah, konsep penelitian mereka, metode dan data-data biasanya sudah lebih dulu mengalami tinjauan oleh para ilmuwan lain, sebuah prosedur yang dikenal sebagai peer review. Prosedur ini dimaksudkan sebagai bentuk kontrol kualitas dan memastikan bahwa penelitian itu wajar secara ilmiah sebelum dirilis ke publik.
Namun sekarang, prosedur itu makin jarang dilakukan. Banyak penerbit mengaku menerbitkan jurnal ilmiah dan sering menerbitkan artikel hanya beberapa hari setelah menerima naskahnya, demikian hasil penelusuran yang dilakukan stasiun siaran Jerman NDR dan WDR dan majalah .
Penerbit-penerbit “kuasi-ilmiah” ini biasanya mendekati ilmuwan dan berbagai lembaga di seluruh dunia untuk mendorong mereka mempublikasikan karyanya di salah satu jurnal mereka. Banyak juga peneliti yang membayar agar artikel atau studi mereka segera diterbitkan di salah satu jurnal ini.
Laporan NDR, WDR dan Süddeutsche Zeitung Magazin menemukan bahwa sekitar 400.000 peneliti di seluruh dunia menggunakan jurnal ilmiah yang meragukan ini – secara sadar atau tidak sengaja – untuk menerbitkan karya mereka.
Kenaikan tajam di Jerman
Meskipun penerbit “kuasi-ilmiah” bukan fenomena baru, namun belakangan jumlahnya meningkat pesat, demikian juga dengan jumlah artikel yang dipublikasi. Menurut laporan tersebut, Jumlah publikasi oleh para ilmuwan dalam jurnal kuasi-ilmiah di seluruh dunia telah meningkat tiga kali lipat sejak 2013.
Di Jerman, publikasi jenis ini meningkat lima kali lipat. Selain itu, banyak peneliti di Jerman melakukan penelitian yang didanai publik. Laporan itu menyebutkan, banyak ilmuwan tidak menyadari bahwa mereka telah mengirim tulisan mereka ke penerbit yang meragukan.
Jurnal kuasi-ilmiah juga sering digunakan oleh penulis-penulis lain yang ingin menerbitkan karya mereka yang kemungkinan besar akan ditolak oleh jurnal ilmiah terkemuka. Ada juga perusahaan-perusahaan yang misalnya menjual peralatan perawatan kontroversial untuk kanker, autisme dan penyakit Parkinson, yang menerbitkan artikel di jurnal-jurnal ini untuk mendongkrak penjualan.
‘Bencana untuk sains’
Ilmuwan terkemuka Jerman yang pernah mempublikasikan karya mereka di jurnal-jurnal ini menyatakan terkejut ketika mendapat informasi tentang jurnal yang mempublikasikannya.
Bernd Scholz-Reiter, rektor Universitas Bremen dilaporkan telah menerbitkan 13 artikel di jurnal meragukan. Kepada Süddeutsche Zeitung Magazin dia mengatakan, dia sebelumnya tidak memiliki keraguan tentang keseriusan publikasi itu dan menekankan bahwa “kualitas dan integritas ilmiah” tulisannya tetap terjaga.
Ada juga penerima Hadiah Nobel yang pernah tulisannya pernah diterbitkan di salah satu jurnal kuasi ilmiah. Tapi Süddeutsche Zeitung Magazin menolak menyebutkan nama orang itu.
Joachim Funke, profesor psikologi dan ombudsman di Universitas Heidelberg mengecam praktik curang para penerbit. Jurnal-jurnal kuasi-ilmiah itu adalah “bencana bagi ilmu pengetahuan, karena klaim yang tidak dievaluasi lebih dulu sudah diterbitkan ke publik dan memberi kesan bahwa itu adalah sains,” katanya.
NDR, WDR dan Süddeutsche Zeitung Magazin melakukan penelusuran dan investigasi selama sembilan bulan, bekerja sama dengan media internasional lain, termasuk koran Prancis Le Monde. (IFR/DW.com)