News

Riset DLH DKI Jakarta dan GIDKP: limbah plastik per tahun setara berat 124 bus Trans Jakarta

Pencemaran lingkungan di berbagai belahan di dunia kini semakin marak. Pasalnya, kurangnya kesadaran dari masyarakat baik perusahaan-perusahaan penghasil limbah juga disinyalir menjadi penyebab dari makin banyaknya kerusakan di bumi.

Salah satu penyebab pencemaran lingkungan berasal dari limbah kantong plastik. Kantong plastik dan styrofoam adalah produk plastik yang paling bermasalah dalam pencemaran lingkungan.

Ini juga dibuktikan dengan hasil laporan UN Environment terbaru berjudul “Single-use Plastic, A Roadmap for Sustainability” yang menyebutkan laporan tersebut berasal dari temuan-temuan lapangan ketika dilakukan “clean up” di berbagai lokasi.

Selain itu, Ocean Conservancy menyebutkan 10 produk plastik yang ditemukan di berbagai pantai, termasuk di antaranya kantong plastik.

Hal ini juga senada dengan kegiatan “waste audit” yang dilakukan oleh Greenpeace Indonesia dalam dua tahun terakhir di Kepulauan Seribu, Jakarta, yang juga menyebut kantong plastik sebagai salah satu produk yang banyak ditemukan terdampar di pantai dan pesisir.

Direktur Eksekutif Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) Tiza Mafira menjelaskan sebagai salah satu ibukota negara yang memiliki wilayah kepulauan, DKI Jakarta juga tidak luput dari permasalahan ini.

Riset yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dan GIDKP juga menemukan bahwa konsumsi kantong plastik mencapai 240 – 300 juta lembar per tahun, atau 1.900 – 2.400 ton per tahun, setara dengan berat 124 bus TransJakarta.

“Rata-rata penggunaan kantong plastik yang digunakan setiap kali berbelanja adalah 1-3 lembar kantong plastik. Rutinitas berbelanja warga DKI Jakarta itu berbeda-beda, ada yang harian, mingguan, dan bulanan. Kebanyakan mereka memilih ritel modern ketika melakukan aktivitas belanja bulanan dan pasar atau warung untuk belanja harian dan mingguan,” jelas Direktur Eksekutif GIDKP Tiza Mafira.

Meski demikian, Indonesia memiliki berbagai inisiatif yang dilakukan untuk mengurangi sampah plastik.

Kota Banjarmasin, yang dikenal sebagai kota seribu sungai, sudah menerapkan pelarangan kantong plastik di ritel modern sejak 1 Juni 2016. Kemudian, Kota Balikpapan, yang merupakan kota pesisir, juga mulai menerapkan hal yang sama tepat pada hari ini, 3 Juli 2018, di ritel-ritel modern.

Tanggal 3 Juli dipilih oleh Pemerintah Kota Balikpapan karena bertepatan dengan Hari Bebas Kantong Plastik Sedunia. Kota Padang dan Kota Cimahi dikabarkan akan menyusul juga dalam beberapa bulan ke depan.

Sementara itu, dukungan juga mengalir dari masyarakat dalam upaya pengurangan sampah plastik. Hal ini dibuktikan dengan petisi #pay4plastic yang dikampanyekan oleh GIDKP sejak tahun 2013 dan hingga kini telah mencapai lebih dari 70,000 tanda tangan.

Petisi tersebut membuahkan hasil pada tahun 2016 dengan diujicobakannya “Kantong Plastik Tidak Gratis” di 23 kota besar di Indonesia. Di mana uji coba tersebut berhasil mengurangi konsumsi kantong plastik hingga 55%.

Dukungan masyarakat pun tidak berhenti sampai di sana. Jaringan United Nations Sustainable Development Solutions Network (UN SDSN) Youth Indonesia juga turut menyuarakan dukungannya untuk mengurangi pencemaran limbah kantong plastik.

“Sebagai jaringan organisasi anak muda, SDSN Youth mendukung pemerintah Indonesia untuk berani melawan polusi plastik dengan mengeluarkan dan mengimplementasikan kebijakan penghentian penggunaan kantong plastik. Sudah saatnya Indonesia, yang baru saja diangkat sebagai Dewan Keamanan Tidak Tetap PBB, menunjukkan komitmen kuatnya terhadap pembangunan berkelanjutan, salah satunya adalah memastikan adanya pengurangan sampah plastik di darat dan laut,” ujar Koordinator Jaringan United Nations Sustainable Development Solutions Network (UN SDSN) Youth Indonesia, Rahyang Nusantara.

Produk alternatif pengganti kantong plastik pun mulai banyak berkembang. Sejak diberlakukannya penghentian penggunaan kantong plastik, Kota Banjarmasin gencar mengenalkan tas bakul purun sebagai pengganti kantong plastik sekali pakai.

Begitupun di DKI Jakarta, Project Semesta gencar mengenalkan model “bulk store” untuk mengajak masyarakat mengurangi penggunaan kemasan plastik sekali pakai. Hal ini disampaikan oleh pendiri Project Semesta Rinda Liem.

“Project Semesta hadir untuk memberikan pengalaman berbelanja tanpa kemasan plastik sekali pakai. Kami banyak melakukan pop-up store dan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menyediakan konsep tersebut di beberapa event di Jakarta. Dengan model ini, kami mengajak masyarakat untuk membawa wadah sendiri yang bisa digunakan ulang,” papar Rinda.

Sementara itu, melihat efek bola salju dari pengurangan sampah kantong plastik, Tiza Mafira menyebut pemerintah daerah mulai menunjukkan komitmennya untuk mulai membahas strategi pengurangan sampah kantong plastik di daerah masing-masing yang kemudian dilanjutkan dengan proses penyusunan kebijakan.

Komitmen tersebut dideklarasikan oleh 24 kabupaten/kota pada lokakarya yang dilakukan di Kota Banjarmasin pada bulan April 2018 lalu.

“Kami mendorong dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada DKI Jakarta dan kabupaten/kota lainnya untuk bisa mengikuti model yang telah diterapkan di Kota Banjarmasin dan Kota Balikpapan dalam menerapkan kebijakan pengurangan sampah kantong plastik,” tandas Tiza, yang juga telah menerima pengakuan dari UN Environment sebagai Ocean Hero 2018. (rimanews.com)

Join The Discussion