Survei biofisika dan sosio-ekonomi terbaru yang dilakukan di Kabupaten Fakfak, Papua Barat, menemukan sembilan spesies ikan berpotensi baru di kawasan konservasi kabupaten tersebut. Sebanyak 6 spesies ditemukan di Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Teluk Berau dan 3 di Teluk Nusalasi Van Den Bosch.
Sembilan spesies ikan tersebut yaitu Choeroichthys new species (Syngnathidae)/pipefish, Pomacentrus new species (Pomacentridae), Amblyeleotris new species (Gobiidae), Eviota new species (Gobiidae)/coral dwarf-goby, Chrysiptera species (Pomacentridae), Halichoeres species (Labridae), Trichonotus species (Trichonotidae)/sanddivers, Ecsenius species (Blennidae), Myersina species (Gobiidae).
Hasil survei yang diinisiasi oleh Proyek USAID Sustainable Ecosystems Advanced (USAID SEA) ini disampaikan kepada Bupati dan Wakil Bupati Fakfak, Mohammad Uswanas dan Abraham Sapaheluwakan, serta jajarannya di Windter Tuare pada akhir April 2018.
Survei biofisika dan sosial-ekonomi ini sendiri dilaksanakan pada 5-20 Maret 2018 oleh mitra pelaksana Proyek USAID SEA, Conservation International (CI) Indonesia.
Dilakukan di 12 titik yang berbeda di Fakfak, survei ini dinilai sebagai langkah penting dalam proses rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan Fakfak.
Pemkab Fakfak sendiri sudah mencadangkan 350.000 hektar lautnya untuk dijadikan kawasan konservasi perairan. Sebesar 251.000 hektar diantaranya terletak di Taman Pesisir Teluk Nusalasi Van den Bosch sedangkan 99.000 hektar lainnya ada di Taman Pesisir Teluk Berau.
Menurut Victor Nikijuluw, Direktur Senior Program Kelautan CI Indonesia, selain penemuan sembilan spesies berpotensi baru, survei juga dilakukan untuk mengumpulkan data tentang kondisi laut di Fakfak yang penting bagi Bentang Laut Kepala Burung.
Survei dilakukan di dua lokasi, yaitu di Taman Pesisir Teluk Nusalasai Van Den Bosch pada pertengahan Maret 2018. Hasilnya ada 640 spesies ikan karang dengan 46% tutupan karang keras dan lunak di wilayah ini. Rata-rata ikan karang di Fakfak memiliki biomassa yang lebih tinggi dibandingkan keseluruhan ikan karang di Bentang Laut Kepala Burung.
Survei ini juga menunjukkan klasifikasi terumbu karang di dua kawasan yang diteliti. Di Taman Pesisir Teluk Nusalasi Van Den Bosch, di mana pada kedalaman 3 meter, didominasi kelompok karang yang cepat bertumbuh namun rentan atau mudah patah. Sementara di kedalaman 10 meter komposisi karang secara proporsional terdiri atas kelompok karang ruderals, competitors dan stress-tolerator.
Juga ditemukan pula pecahan karang yang merupakan karang mati yang diduga akibat bom dan potasium.
Sementara di kawasan Taman Pesisir Berau, di Pulau Kambing, Ugar Timur dan Pulau Fuum termasuk kelompok karang dengan tingkat toleransi yang tinggi terhadap sedimentasi dan eutrofikasi, didominasi oleh karang massive dan submassive. Komposisi karang proporsional. Karang sehat warna warni namun rentan terhadap penyakit.
Penelitian juga menemukan adanya sedimentasi sekitar kawasan ini, yang diperkirakan berasal dari sungai-sungai di darat. Ini dinilai akan mengganggu keseimbangan ekosistem di pesisir dan laut di kawasan tersebut.
Dari hasil penelitian ini dipaparkan juga daerah tabungan ikan penting bagi Kawasan Konservasi Fakfak. Daerah Tabungan Ikan >60.000 ha yang sudah diusulkan oleh masyarakat terbukti mempunyai nilai keanekaragaman hayati dan sumber daya perikanan yang tinggi.
Laporan penelitian ini juga melaporkan pendidikan lingkungan hidup di KKPD Kabupaten Fakfak, mencakup 10 kampung, masing-masing 4 Kampung di Distrik Kokas dan Arguni, 5 kampung di Distrik Karas dan 1 area jalan reklamasi.
“Nilai-nilai konservasi yang diberikan sejak dini akan menjadi bekal pengetahuan dan perubahan perilaku mereka untuk menjaga, melestarikan dan memanfaatkan alam secara bijaksana,” jelas Viktor.
Bupati Fakfak, Mohammad Uswanas, menyambut baik hasil survei ini dan berharap bahwa keanekaragaman hayati di Fakfak bisa menjadi salah satu tujuan pariwisata.
“Saya ingin agar warga Fakfak bisa belajar dari pariwisata di Raja Ampat dari masyarakatnya langsung. Dalam beberapa bulan ke depan, beberapa warga kami akan menyaksikan sendiri pariwisata berkelanjutan di Raja Ampat yang sudah berhasil. Kami harap kegiatan ini dapat difasilitasi oleh CI Indonesia di Raja Ampat,” ujarnya.
Victor dalam kesempatan ini juga menjelaskan mengenai pentingnya komitmen pemerintah dalam kawasan konservasi perairan.
“Penemuan spesies-spesies ini menandakan potensi keanekaragaman hayati laut di Fakfak yang tinggi, di mana beberapa spesies adalah spesies endemik, atau tidak ditemukan di luar Fakfak. Kawasan konservasi perairan di Fakfak akan mendukung perlindungan spesies-spesies itu, maka, perlu pengelolaan kawasan yang efektif agar potensi perikanan dan pariwisata berkelanjutan di Fakfak bisa tercapai,” ujarnya.
Hasil dari survei ini akan dimanfaatkan untuk zonasi kawasan konservasi perairan yang berbasis ilmiah serta untuk menentukan pendekatan konservasi yang tepat untuk konteks biofisika lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat Fakfak.
Menurut Viktor, Proyek Sustainable Ecosystems Adcanced (SEA) yang didanai oleh USAID adalah proyek lima tahun (2016–2021) yang mendukung pemerintah Indonesia, dalam menguatkan Tata Kelola Sumber daya Perikanan dan Kelautan serta Konservasi Keanekaragaman Hayati.
Proyek yang diimplementasikan oleh Tetra Tech dan konsorsium mitra ini bekerja pada tingkat nasional, provinsi, serta lokal di Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara yang termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715 Indonesia.
“Dengan menggunakan pengelolaan perikanan berbasis ekosistem dan melibatkan pemangku kepentingan utama, proyek USAID SEA bertujuan untuk menguatkan pengelolaan perikanan dan kawasan perlindungan laut guna meningkatkan produktivitas perikanan, konservasi, dan pemanfaatan berkelanjutan dan memperkuat kapasitas kepemimpinan dari pemerintah lokal dan KKP,” tambahnya. (mongabay.co.id)