Jakarta — Persoalan pengelolaan sampah masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi Indonesia. Riset terbaru Sustainable Waste Indonesia (SWI) mengungkapkan sebanyak 24 persen sampah di Indonesia masih tidak terkelola.
Ini artinya, dari sekitar 65 juta ton sampah yang diproduksi di Indonesia tiap hari, sekitar 15 juta ton mengotori ekosistem dan lingkungan karena tidak ditangani. Sedangkan, 7 persen sampah didaur ulang dan 69 persen sampah berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Dari laporan itu diketahui juga jenis sampah yang paling banyak dihasilkan adalah sampah organik sebanyak 60 persen, sampah plastik 14 persen, diikuti sampah kertas (9%), metal (4,3%), kaca, kayu dan bahan lainnya (12,7%).
“Ada 1,3 juta sampah plastik per tahun yang tidak dikelola,” ungkap Direktur SWI, Dini Trisyanti ketika menyampaikan presentasi risetnya terkait Analisis Arus Limbah Indonesia pada 2017, di Workroom Coffee, Cikini, Jakarta pada Selasa (24/4).
Jumlah sampah plastik ini masih dinilai sangat banyak, mengingat plastik tidak mudah terurai. Jika tidak dikelola di TPA atau didaur ulang, akan merusak ekosistem. Sampah plastik yang tidak dikelola ini biasanya tertimbun di tanah, atau ikut mengalir ke lautan.
Temuan itu disampaikan Dini dari hasil penelitian selama enam bulan di area Jakarta Selatan dan kota Ambon.
“Kita mendapatkan angka national profile dengan data empiris Jakarta Selatan yang mewakili kota besar dan Ambon mewakili kota sedang. Kita tidak klaim metode ini paling akurat, karena ada keterbatasan waktu dan sumber data, namun dari hasilnya kita interpolasikan ke nasional,” ujar Dini, seperti dilansir Antara.
Belum optimal
Menurut Dini, tingginya angka sampah yang tidak terkelola dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, kata dia, terkait sistem yang memadai untuk proses pengumpulan sampah. Proses ini biasanya dilakukan para pemulung di jalanan, atau petugas kebersihan yang mengangkat sampah-sampah dari tiap rumah tangga menggunakan truk. Pengumpulan sampah ini dinilai belum optimal, karena belum bisa menjangkau semua sampah.
“Kita ada 400 kota kabupaten di Indonesia, nggak semuanya seperti di Jakarta, ada truk sampah,” ucap Dini.
Dini menambahkan, hal kedua yang patut jadi perhatian adalah perilaku dan kebiasaan masyarakat Indonesia itu sendiri, yang sering membuang sampah langsung ke sungai atau ke alam. Sampah-sampah ini tidak masuk ke dalam proses pengumpulan yang dilakukan pemulung dan petugas kebersihan, dan akhirnya mengotori ekosistem.
Walau di satu sisi, Dini juga menganggap masyarakat tidak bisa sepenuhnya disalahkan, karena Indonesia masih punya banyak hambatan infrastruktur pelayanan sampah. Masyarakat seringkali membuang sampah sembarangan karena tidak adanya tempat pengumpulan sampah atau TPA di sekitar tempat tinggalnya, sehingga mereka bingung.
Infrastruktur dan optimalisasi pelayanan sampah kerap terkendala karena anggaran yang terbatas, lanjut Dini. Selain itu, peningkatan pelayanan sampah juga masih belum dijadikan prioritas oleh pemerintah.
“Yang menyadari bahwa kebersihan itu butuh biaya dan sistem yang baik, masih menjadi minoritas,” kata Dini. (CNN Indonesia)