JAKARTA – Eksplorasi karya-karya ulama pondok pesantren zaman dulu perlu pengkajian mendalam. Apalagi kajian teks dan konteks menyoal karya ulama nusantara masih sangat minim adanya. Sementara perekembangan Islam di Indonesia sudah melahirkan ulama-ulama besar yang memiliki kemampuan tinggi dalam menulis karya-karya Islam.
Balai penelitian dan pengembangan agama Jakarta, sebagai salah satu unit pelaksana (UPT) Badan Litbang dan diklat Kementerian Agama RI, memiliki tugas dan kewajiban untuk melakukan penelitian berupa eksplorasi berbagai karya ulama nusantara tersebut khususnya di wilayah Indonesia bagian barat. Kepala Balai Litbang Agama Jakarta, M. Adlin Sila mengatakan, karya-karya ulama tersebut baik yang berbentuk manuskrip atau teks tercetak, merupakan salah satu elemen terpenting dalam upaya merekonstruksi bermacam pemikiran intelektual Islam bahkan dan sampai ada yang memuat aneka kehidupan sehari-hari.
Pertemuan unsur budaya, sosial, politik, dan intelektual lokal dengan Islam pun banyak terkandung pada teks lampau. “Berangkat dari kegundahan kami, karena banyak peneliti dari luar negeri yang malah meneliti teks dalam negeri sendiri. Sedangkan sedikit para sarjana atau peneliti kita yang meneliti mengenai karya ulama nusantara,” ujar Adlin di Bekasi dalam Seminar Hasil Penelitian Eksplorasi Karya Ulama Nusantara pada lembaga keagamaan di Indonesia bagian Barat, Rabu (4/4)
Salinan itu, karya mereka masih ditemui di berbagai pondok pesantren yang tertulis dalam bahasa Arab, Melayu, maupun lokal. Tulisan itu berupa aksara Jawi yakni tulisan Arab namun berbahasa Melayu.
Para ulama atau kiai pesantren dulu, diketahui tak hanya mengajar menggunakan kitab kuning karya ulama Timur Tengah, melainkan mereka mengarang dan menulis kitab sendiri adanya. Para ulama tradisional zaman dahulu menulis karya baik dalam bentuk karangan asli, terjemahan, syarah atau hasyiyah atas teks klasik bahasa Jawi tadi.
“Naskah-naskah kita tersebar di mana-mana. Peneliti asal Prancis di Universitas Leiden pernah mencatat ada 900 naskah Jawi yang belum tersentuh. Untuk itu, kita eksplorasi dengan cara mentransnripkkan tulisan dari bahasa Jawi serta mengartikannya ke dalam bahasa Indonesia sehingga dapat diketahui juga oleh masyarakat umum,” kata Adlin.
Sementara itu, Dosen Filologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) universitas Indonesia (UI) Munawar Holil mengatakan, karya-karya ulama yang ditulis dalam bentuk naskah kuno yang dikenal dengan istilah lektur itu, awalnya dipilih untuk dikaji oleh tim peneliti dari satu pesantren di daerah yang memroduksi atau menghasilkan karya. Kemudian dipilih kembali yang mana paling menarik dan penting untuk dikaji lebih lanjut.
“Saya di sini, mengarah lebih ke bagaimana menangani teks-teks terutama dalam bentuk naskah untuk dianalisis, prosesnya seperti apa dan bagaimana,” ujar Kang Mumu sapaannya.
Menurutnya, penelitian ini sangat penting. Sebab, karya-karya ulama yang dulu sempat terkenal dan dijadikan sebagai rujukan di lembaga pendidiakn agama, sudah tidak ada yang mewarisi. Oleh karenanya, masyarakat tidak lagi mengenal dan tak tahu menahu tentang karya para ulama dahulu.
“Tujuannya untuk masyarakat. Setelah ini dilihat oleh Kementerian Agama semisal, setelah mereka meneliti dan menghasilkan sebuah tulisan makalah atau artikel, apa sih sebenarnya dari hasil isinya itu? apa ada sesuatu yang penting untuk ditindaklanjuti oleh kementrian agama,” ujarnya.
Penelitian ini juga bertujuan untuk menghadirkan beragam pemikiran keagamaan dan kebangsaan ulama pondok pesantren atau surau di Indonesia bagian Barat yang terefleksikan dalam karya-karya mereka, sehingga tim peneliti dapat memetakan kehidupan keagamaan dan kebangsaan yang moderat agar diketahui masyarakat umum.
Para ulama dahulu, diklaim menciptakan karya sastra untuk memudahkan para santrinya dalam menerima pengajaran sesuai dengan daerahnya. Alim ulama menciptakan sebuah karya yang dirasa perlu diterjemahkan semisal ke bahasa Melayu karena kepentingan agar para santri lebih mengerti dan lebih cepat paham. Dibandingkan bahasa Arab yang terkadang belum tentu paham dan memerlukan pengajaran yang lama.
Oleh karenanya, karya ulama pesantren dengan tulisan Arab dengan bahasa Melayu yang disebut aksara Jawi ini, diteliti oleh para peneliti dari enam daerah di wilayah Barat Indonesia. Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Sumatera Selatan, Banten, DKI Jakarta dan Bogor dijadikan sasaran penelitian pada (26/2) sampai (17/3) lalu.
Dari hasil penelitian ini, Balai Litbang melalui Kementerian agama akan menjadikan makalah dalam bentuk e-book. Tujuannya agar dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat umum untuk mengetahui mengenai berbagai penelitian yang dilakukan oleh Litbang Agama Jakarta termasuk penelitian terhadap karya ulama nusantara di Indonesia Bagian Barat.
Hasil temuan
H. Saeful Bahri melakukan penelitian di Sumatera Barat dengan tema Intelektualitas sebagai Akar Persatuan Muslim; Studi terhadap Misbah al-Zhalam karya Syaikh Haji Mansur Datuk Nagari Basa (1908-1997)
Muhammad Tarobin melakukan penelitian di Kepulauan Riau dengan mengangkat tema Harmonisasi Agama dan Tradisi: Fikih Salat, Teologi dan Filosofinya dalam kitab Nur al- Salah karya Tengku Muhammad Saleh (1901-1966)
Zulkarnaen Yani melakukan penelitian di wilayah Sumatera Selatan dengan tema Semangat Kebangsaan dalam Kitab al-Nagham karya KH Ahyauddin Ibn KH Anwar Ibn Haji Kumpul Seribandung Ogan Ilir dari pondok pesantren Nurul Islam Seribandung Ogan Ilir, Sumsel.
Muhammad Nur melakukan penelitian di Banten dengan tema Kepemimpinan Abuya Mukri; Antara Agama dan Magi (Telaah terhadap Naskah Catatan Harian Abuya Muqri)
Rahmat Zailani Kiki melakukan penelitian di DKI Jakarta dengan tema Pemikiran Keagamaan dan Kebangsaan KH Muhammad Ali al-Hamidi Betawi dalam Kitab Ruh al-Mimbar
Muhammad Rosadi melakukan penelitian di wilayah Bogor mengangkat tema Mengungkap Pemikiran KH Abdullah bin Nuh (1905-1987) dalam Kitab Ana Muslimun Sunniyyu Syafiiyyun. (IFR/Republika.co.id)