JAKARTA – Kebijakan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM) saat ini masih belum dijadikan instrument kebijakan negara untuk memperkuat perlindungan HAM. Padahal pemerintah telah berkomitmen untuk melindungi HAM, salah satunya melalui pengembangan RAN HAM yang tertuang dalam Peraturan Presiden No 75 Tahun 2015 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2015-2019.
Beberapa kasus permasalahan HAM cukup menjadi bukti ketidakseriusan pemerintah dalam pemajuan, penghormatan, pemenuhan, dan prelindungan HAM selama ini meski periode rencana aksi hampir berakhir. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), misalnya, mencatat beberapa permasalahan tersebut di antaranya terus berlanjutnya impunitas kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu, kian terkoyaknya sejumlah aspek kebebasan sipil, serta tidak kunjung diselesaikannya kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua.
Masalah HAM lainnya dikatakan oleh Ruth dari Ditjen HAM Kementerian Hukum dan HAM dikarenakan tidak kuatnya regulasi pemerintah pusat yang bisa mempengaruhi pemerintah daerah ketika menentukan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Sehingga rencana aksi yang digadang-gadang tersebut tidak muncul di RPJMD.
“Seharusnya ada perintah khusus kepada daerah-daerah yang tertuang dalam Permendagri misalnya, untuk menentukan program rencana aksi nasional HAM. Selama ini sebagian belum menentukan rencana aksi, menurut mereka itu tidak ada di UU No 23 tentang Pemerintahan Daerah,” tuturnya ketika membahas Research Design Kebijakan RANHAM yang akan dilakukan ELSAM, di Jakarta 29/3.
Penelitian yang dilakukan ELSAM tersebut akan dilakukan untuk memotret beberapa persoalan dalam proses perumusan atau perencanaan aksi HAM, implementasi, monitoring dan evaluasi, koordinasi antar kelembagaan, maupun sinergi antara kebijakan RAN HAM dengan kebijakan lainnya. “Studi ini nantinya diharapkan dapat menjadi masukan dan pertimbangan dalam perumusan atau reformulasi format perumusan kebijakan, maupun metode implementasi kebijakan RAN HAM pada periode berikutnya,” kata Wahyudi Djafar Deputi Direktur Divisi Penelitian ELSAM.
Untuk itu dalam acara tersebut, ELSAM mengundang beberapa Kementerian/Lembaga untuk menentukan Rdesign penelitian yang akan dilakukannya. Tidak terkecuali dari BPP Kemendagri yang diwakili oleh Moh. Ilham A Hamudy Kasubbag Perpustakaan Informasi dan Dokumentasi.
Menurut Ilham penelitian yang dilakukan oleh ELSAM sangat strategis. Tetapi dalam Research Design yang dibuat belum memperlihatkan kebaruan penelitiannya. “Novelty penelitian ini belum dijelaskan. Artinya apa yang membedakan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Itu yang semestinya ada dalam Research Design,” ucap Ilham.
Ilham juga mengkritisi penentuan lokasi penelitian. Menurutnya Research Design tidak menjelaskan alasan pemilihan lokasi secara rinci yang bisa memperkuat penelitian ini. pernyataan Ilham juga diamini oleh Sofia dari Ditjen HAM Kemenkumham. Ia menawarkan lokasi penelitian yang masuk dalam kriteria penilaian Kemenkumham.
“Kami juga pernah mengukur daerah-daerah layak HAM yang tertinggi hingga terendah, mohon untuk dilihat kembali, seandainya kai bisa sarankan lihat juga hasil pengukuran yang telah kami lakukan,” tegasnya.
Beberapa masukan yang terhimpun dari peserta seperti Kemen PAN dan RB, Kemenkopolhukam, dan beberapa peserta lain diharapkan bisa menghasilkan penlitian yang berkualitas dan bisa bermanfaat untuk negara dalam rangka menhilagkan kasus-kasus pelanggran HAM selama ini. (MSR)