Saat memakai layanan agen perjalanan, kita seringnya diminta untuk mengisi formulir mengenai data pribadi. Mulai dari nomor kartu identitas, alamat rumah, jumlah anggota keluarga, hingga histori medis.
Tak semua orang bersedia memberi data mendetail. Namun, 79 persen wisatawan Indonesia bersedia memberi data personal kepada penyedia layanan pariwisata. Sementara itu, hanya 64 persen wisatawan Asia Pasifik yang mau melakukan hal yang sama.
Data itu merupakan hasil penelitian Amadeus, perusahan penyedia layanan teknologi untuk industri perjalanan yang ada di 132 negara. Amadeus meneliti kecenderungan wisatawan Asia Pasifik yang disajikan dalam laporan bertajuk Journey of Me Insights. Survei itu melibatkan 6.870 responden dari 14 negara di Asia Pasifik.
Salah satu poin yang menarik adalah banyak wisatawan Indonesia rela berbagi informasi pribadi kepada penyedia layanan wisata.
“Angka itu paling besar dibandingkan negara lain. Namun, hal itu mereka lakukan demi mendapatkan layanan wisata yang personal,” papar Andy Yeow, General Manager Amadeus Indonesia dalam konferensi pers di Pullman Jakarta Thamrin, Jakarta, Kamis (29/3).
Ya, traveler asal Indonesia lebih suka apabila agen perjalanan mengetahui apa yang mereka butuhkan tanpa perlu meminta. Misalnya, jika traveler bepergian dengan anak-anak, akan pas jika agen wisata menawarkan itinerary ke taman hiburan, museum, atau destinasi lain yang ramah keluarga.
Oleh karena itu, wisatawan Indonesia sangat terbuka dalam berbagi data personal. Informasi itu tentu penting bagi penyedia layanan wisata untuk menciptakan berbagai peluang. Namun, perlu diingat bahwa kita harus tetap hati-hati dalam memberi data pribadi.
“Selalu ada orang yang ingin menyalahgunakan data pribadi kita. Kita tidak tahu siapa mereka, tapi mereka akan selalu ada. Penyedia layanan wisata juga wajib melindungi data-data yang kita berikan,” tambah Andy.
Misalnya seperti penggunaan kartu kredit saat traveling. Data mengenai kartu kredit berisiko disalahgunakan, apalagi jika terjadi pembajakan. Namun, kita membutuhkannya untuk alat pembayaran. Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengecek apakah agen wisata atau website tempat kita membayar dengan kartu kredit bisa dipercaya.
Selain tentang keterbukaan data pribadi, Journey of Me Insights juga memuat poin-poin menarik lain tentang pilihan wisatawan Asia Pasifik. Untuk wisatawan Indonesia misalnya, 60 persen responden lebih percaya pada rekomendasi teman atau keluarga dibandingkan situs perjalanan maupun sosial media.
Menariknya, hanya 4 persen traveler Indonesia yang mau diberi update melalui telepon. Sekitar 96 persen lainnya lebih suka dihubungi via platform digital, seperti media sosial, email, atau aplikasi pesan. (kumparan.com)