Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, biaya riset yang disiapkan pemerintah sebanyak dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp24,9 triliun. Artinya penyerapan anggaran maksimal riset belum maksimal.
“Dari Rp24,9 triliun kalau dianalisis ternyata hanya Rp10,9 triliun yang menghasilkan riset. Yang lainnya (Rp 14 triliun) tidak,” kata Menteri Nasir dalam acara Sosialisasi Klaster Inovasi di Jakarta
Ia menduga dana sebesar Rp14 miliar digunakan untuk FGD, seminar, perjalanan dinas, pembelian alat yang tidak berkaitan dengan riset itu sendiri.
Oleh karenanya, ia meminta seluruh instansi pusat dan daerah harus bersinergi menjadi satu untuk mengembangkan potensi ekonomi dan inovasi yang ada di daerah sebagai inovasi. Menurutnya, potensi ekonomi dan inovasi yang ada di daerah penting untuk dikembangkan.
Ia mencontohkan tanaman Nilam yang berpotensi untuk parfum agar tahan lama. Nilam menjadi potensi di Aceh, namun sayangnya belum bisa menyejahterakan masyarakatnya.
Ia berharap kedepannya, sumber potensi di daerah dapat dimaksimalkan dalam pemasarannya sehingga bisa menguasai pasar internasional dan meningkatkan taraf kesejahteraan dan perekonomian masyarakat di daerah.
Sementara itu, Dirjen Penguatan Inovasi Jumain Ape mengatakan, pendekatan model klaster inovasi dilakukan melalui peningkatan peran perguruan tinggi sebagai salah satu elemen penting dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menciptakan inovasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi daerah.
“Perguruan tinggi dapat menjadi pusat unggulan yang menghasilkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan industri di daerah tempat perguruan tinggi tersebut berada,” tuturnya. (IFR/okezone.com)