News

Depresi Menyebabkan Detak Jantung Tidak Beraturan

JAKARTA – Seseorang dengan depresi memiliki risiko terkena penyakit atrial fibrilasi, atau kondisi dimana jantung berdetak tidak beraturan dan cepat menurut sebuah data baru yang dilansir dari Medical News Today.

Data tersebut baru dipresentasikan di American Heart Association (AHA) 2018 dalam pembahasan Epidemiology and Prevention Lifestyle and Cardiometabolic Health, yang diselenggarakan di New Orleans, Los Angeles.

Dalam data barunya tersebut, mereka mengatakan bahwa 2,7 juta orang di Amerika memiliki penyakit atrial fibrilasi (A-fib).

Jantung dengan kondisi normal berdetak secara beraturan dan dapat mengalirkan darah ke atrium dan ventrikel yang nantinya akan dialirkan ke paru-paru dan seluruh tubuh. Namun saat A-fib terjadi, detak jantung mengalami gangguan sehingga atrium tidak dapat mengalirkan darah ke ventrikel. Dan saat darah terkumpul di atrium, darah tersebut dapat menggumpal dan menyebabkan stroke.

National Institutes of Helath (NIH) menunjukkan angka bahwa di Amerika, lebih dari 16 juta orang dewasa mengalami depresi. Dan menurut Centers of Disease Control and Prevention (CDC), selama periode 2 minggu, 7.6% orang yang berusia diatas 12 tahun mengalami depresi.

Penyebab depresinya masih belum diketahui secara pasti, namun peneliti percaya penyebabnya adalah psikososial, lingkungan, perilaku dan faktor lainnya.

Depresi meningkatkan risiko A-fib 30%

Dilansir dari Medical News Today, dalam sebuah penelitian terbaru, peneliti dari Keck School of Medicine di University of Southern California di Los Angeles menganalisis data dari penelitian Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA).

Lebih dari 6,600 warga Amerika dari berbagai etnis ikut berpatisipasi dalam MESA yang kondisinya dipantau selama 13 tahun. Peserta dengan rata-rata usia 62 tahun dan mereka dinyatakan tidak memiliki penyakit jantung pada awal penelitian.

Peserta yang mengonsumsi antidepresan dan mendapatkan skor tertinggi dalam tes kesehatan untuk depresi memiliki peningkatan risiko sebesar 30% terhadap A-fib, dibandingkan pesera dengan skor rendah dan tidak mengonsumsi antidepresan.

Penelitian ini tidak dapat menentukan dengan tepat bagaimana fungsi jantung dapat terganggu oleh depresi. Namun para peneliti menduga bahwa peradangan dan peningkatan kadar beberapa hormon dapat menyebabkan detak jatung tidak teratur.

Dr. Parveen Garg peneliti utama dalam penelitian ini mengatakan bahwa temuannya tersebut mengidetifikasikan sebagian besar orang Amerika yang memiliki kemungkinan peningkatan risiko terhadap atrial fibrilasi dan mencegah terjadinya aritmia.

Ia juga mengatakan bahwa mereka perlu melihat apakah mengobati depresi dapat menurunkan risiko terjadinya atrial fibrilasi.

Data yang mendukung hubungan kesehatan jantung dan mental

Dr. Garg dan rekannya menjelaskan bahwa temuan mereka mendukung kesimpulan dari penelitian sebelumnya yang telah menunjukkan hubungan antara kesehatan mental dan jantung.

Mereka menyarankan, baik dokter dan pasien perlu mengetahui bahwa bukti menunjukkan bahwa pada umumnya penderita depresi memiliki peningkatan risiko penyakit jantung.

Seperti yang pernah dilaporkan oleh Medical News Today di tahun 2016, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa mengobati penderita depresi dapat menurunkan risiko penyakit jantung.

Dalam penelitian tersebut, orang yang telah dirawat karena depresi memiliki tingkat risiko kardiovaskular yang sama dengan yang tidak mengalami depresi.

Dan di tahun lalu, mereka meninjau sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa penderita depresi dan penyakit jantung koroner (CAD) memiliki peningkatan risiko kematian dini. Peneliti menemukan juga bahwa seseorang yang dinyatakan memiliki depresi dan penyakit jantung koroner, memiliki risiko kematian dini lebih tinggi. (IFR/Pikiran Rakyat)

Join The Discussion