JAKARTA — Plt Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bambang Subiyanto mengatakan, kemampuan diplomasi dan negosiasi peneliti perlu di asah dan ditingkatkan. Sebab, banyak isu-isu global yang dihadapi abad ini memerlukan kolaborasi ilmuwan, pembuat kebijakan, akademisi dan pemangku kebijakan dalam menghubungkan dunia sains dan politik untuk menemukan solusi terbaik bersama.
“Perubahan iklim, kekurangan air, kemiskinan, masalah energi, dan pengaruh sains dan teknologi sangat mempengaruhi kehidupan global dan juga membawa perubahan dalam hubungan antar bangsa. Akibatnya, komunikasi global seolah-olah didominasi oleh negara yang maju dalam bidang teknologi,” kata Plt. Kepala LIPI Bambang Subiyanto di Jakarta, Senin (12/3).
Bambang mengatakan, kemampuan diplomasi dalam bidang sains diyakini dapat membangun kepercayaan, menciptakan dialog dan memungkinkan akses antar negara melalui ilmu pengetahuan. Dan konektivitas antar para peneliti, akademisi, juga pembuatan kebijakan adalah instrumen kunci diplomasi di luar batas-batas politik dapat terbangun.
“Karena itu LIPI rutin menggelar pelatihan Science Diplomacy sejak tahun 2006. Dengan pelatihan ini, Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kerja sama internasional dengan negara-negara lain, baik secara individu maupun kelembagaan,” jelas Bambang.
Selain itu menurut Bambang, LIPI juga merupakan lembaga ilmiah yang paling banyak mengirimkan peneliti ke luar negeri, yaitu sekitar 500 orang setiap tahunnya. Sehingga, dengan adanya Workshop on Science Diplomacy ini, diharapkan mampu memberi bekal wawasan dalam bentuk etika hubungan internasional khususnya bagi para peneliti. (REPUBLIKA.CO.ID)