JAKARTA – Pemerintah perlu mendorong potensi ekonomi di daerah agar memiliki daya saing, daya jual, serta daya dorong melalui pasar global melalui regulasi yang lebih jelas. Pasalnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No 9 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengembangan Produk Unggulan Daerah dinilai belum mampu meberikan solusi bagi keberadaan ekonomi kreatif di daerah. Padahal UU tersebut dibentuk untuk meningkatkan kesejahteraan masayarakat sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah.
Hal itu mengemuka dalam Kajian Strategis Dampak Kebijakan Ekonomi Kreatif terhadap Pengembangan Produk Unggulan Daerah yang dilaksanakan oleh Puslitbang Pembangunan Keuda BPP Kemendagri, Senin 26/2.
Kepala Puslitbang Pembangunan dan Keuda Horas Maurits Panjaitan mengatakan Kajian Strategis tersebut dalam rangka untuk mendesain riset mengenai dampak kebijakan ekonomi kreatif terhadap pengembangan produk unggulan daerah. “Namun penelitian ini nantinya tidak akan melihat sejauh mana dampak ekonomi kreatif dari pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan sebagainya, namun lebih kepada titik lemah peraturan yang dikeluarkan pemerintah dalam mendukung produk unggulan daerah, sehingga nantinya bisa memberikan rekomendasi berupa revisi peraturan dan regulasi,” ujarnya.
Menurut Tim Peneliti kajian tersebut, selama ini banyak daerah kesulitan dalam mengembangkan produk unggulannya. Salah satu contoh adalah Komoditas Kopi di Tapanuli. Di Tapanuli belum ada aturan mengenai tata niaga kopi bagi para petani kopi, padahal produksi kopi cukup besar terhadap PDRB setempat.
“Regulasi tentu sangat diperlukan untuk meningkatkan posisi tawar petani,” kata Rosmawati Sidauruk, Peneliti BPP Kemendagri.
Dalam acara tersebut Tim Peneliti juga menyusun draft pertanyaan yang akan diajukan kepada beberapa narasumber dan beberapa data yang diperlukan untuk menunjang proses penelitian. Selain itu, Tim juga diberikan pengarahan terkait survey yang akan dilakukan ketika melakukan penelitian nantinya. (MSR)