News

Penelitian: Mayoritas Kaum Muda Muslim Masih Moderat

JAKARTA – Kaum muda muslim Indonesia dinilai masih moderat. Namun, mereka perlu dikenalkan pelajaran keragaman dengan cara persuasif dan populer. Koordinator Peneliti Center for the Study of Religion and Culture (CSRC) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Chaider S Bamualim mengatakan, CSRC melakukan penelitian tentang sikap dan perilaku kaum muslim generasi milenial tentang kekerasan dan ekstremisme. Penelitian ini melibatkan 935 aktivis muda muslim.

“Penelitian ini menemukan bahwa secara umum sikap dan perilaku kaum muda muslim bisa dikategorikan moderat. Namun pada saat yang sama, tren konservatisme dengan ciri scriptural plus komunal juga menguat,” kata Chaider pada Diskusi Arah dan Corak Keberagaman Kaum Muda Muslim: Konservatisme, Hibridasi Identitas dan Tantangan Radikalisme, di Jakarta, Jumat (23/2/2018).

Chaider menjelaskan, kecenderungan terakhir ini melahirkan tantangan tersendiri bagi munculnya sikap dan perilaku intoleran, sekaligus menguatnya dukungan terhadap radikalisme dan ekstremisme di kalangan muda muslim “jaman now”. Namun, penelitian juga menyebutkan bahwa kaum muda muslim pada dasarnya terbuka terhadap nilai dan prinsip moderatisme dan nir kekerasan, dengan penghargaan yang cukup baik kepada kebebasan individu dan HAM, meski dibatasi norma agama dan budaya.

Dia menambahkan, fenomena Hibridasi Identitas yang relatif dominan terjadi pada kaum muda muslim “jaman now”. Hibridasi identitas ini ditandai adanya proses persilangan afiliasi dan orientasi keagamaan berdasarkan dinamika dan interaksi sosial politik keagamaan yang dialami di lingkungan sosialnya. “Hibridasi identitas kaum muda muslim disebabkan pengalaman yang didapatkan sejak usia anak-anak, remaja, dan atau sampai masa studi di kampus,” katanya.

Chaider menjelaskan, penelitian ini menunjukkan bahwa para aktivis muda muslim cenderung menolak radikalisme dan ekstremisme yang mencoba melakukan perubahan sosial politik secara revolusioner dan menyeluruh. Selain itu, ide menggantikan Pancasila dengan kekhilafahan yang resonansinya sangat kuat di organisasi Islam tidak terlalu mereka hiraukan.

Guru Besar UIN Jakarta Komaruddin Hidayat mengatakan, demokrasi liberal saat ini telah menyeret agama masuk ke dalam pusaran politik. Umat Islam itu langsung masuk pusaran politik karena massa itu menjadi saham. “Jadi, siapa yang punya suara banyak, maka mereka akan punya saham dan bisa ditukar dengan jabatan atau uang,” katanya.

Dia menyampaikan saat ini banyak tokoh intelektual muslim yang masuk politik, sehingga banyak mubalig baru yang mengisi ceramah-ceramah di masjid. Para mubalig baru ini karena adanya kebebasan berekspresi menyampaikan aspirasinya tanpa terpantau. Komaruddin mengatakan, sentimen etnis sekarang semakin kendur. Dari situasi ini, semestinya yang menguat adalah citizenship. Namun, kewarganegaraan ini malah terinterupsi oleh semangat keagamaan. (IFR/Sindonews.com)

Join The Discussion