Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang gugatan Undang-undang Pilpres No 42/2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Dalam sidang itu, ahli dari pemerintahan setuju Pilpres dilaksanakan hanya 1 kali putaran.
“Pemilu sebagaimana diatur dalam UU Pilpres harus dilaksanakan secara efektif dan efesien,” kata Staf ahli Mendagri Bidang Hukum, Politik, dan Hubungan Antarlembaga Reydonnyzar Moenek saat sidang di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (23/6/2014).
Donny mengatakan, kondisi yang terjadi saat ini yang hanya terdapat dua pasangan calon presiden dan wakil presiden, maka harus dilepaskan dari ketentuan yang diatur dalam UUD 1945 maupun UU Pilpres yang mengasumsikan lebih dari dua pasangan.
“Sehingga ini seolah merupakan kondisi pintas dari ketentuan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 dan Pasal 159 ayat (2) UU Pilpres, yang didalamnya hanya mensyaratkan perolehan suara terbanyak tanpa batasan prosentase perolehan suara terbanyak di setiap provinsi,” kata Donny.
‎Lanjut, staf Mendagri ini mengatakan, apabila tetap diberlakukan persyaratan prosentase perolehan suara setiap provinsi maka pada Pilpres yang hanya diikuti dua pasangan calon, dapat diprediksikan pilpres putara kedua angka besaran prosentase perolehan suara tidak akan berubah secara signifikan.
“Hal ini akan memperpanjang proses Pilpres dan berpotensi mengakibatkan kekosongan kekuasaan (vacuum of power),” ucapnya.
Sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Hamdan Zoelva, akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda keterangan ahli.
Gugatan UU Pilpres ini diajukan Forum Pengacara Konstitusi, Perludem serta perseorangan atas nama-nama Sunggul Hamonangan Sirait, dan Haposan Situmorang.
Mereka meminta MK menafsirkan pasal159 ayat (1) UU Pilpres. Para pemohon ini meminta tafsir ke MK karena menilai Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres menimbulkan ketidakpastian hukum.
Sumber : www.detiknews.com