Momen Super-Blue-Blood Moon diperkirakan akan memanjakan para pengamat langit. Peristiwa langka ini akan memberikan kesempatan bagi para peneliti untuk menemukan karakter debu bulan yang belum diketahui. Misalnya, berapa berongga dan lembut debu-debu ii di permukaan bulan.
Bulan purnama yang terjadi pada 31 Januari, akan menjadi saat yang tepat untuk mendapat efek triple ini. Bulan akan berada di garis yang cukup dekat dengan bumi sehingga disebut Supermoon.
Sementara nama “Blue” sendiri tak ada hubungannya dengan bulan yang berubah menjadi warna biru. Tapi, lantaran bulan purnama ini terjadi di satu bulan yang sama. Beberapa memperkirakan istilah ini adalah singkatan dari kata “belewe”. Istilah Inggris kuno yang artinya “untuk menyingkap”.
Sementara istilah Blood Moon benar-benar ada kaitannya dengan warna darah yang merah. Sebab, bulan menjadi sedikit berwarna kemerahan ketika bulan memasuki bayangan bumi saat gerhana terjadi.
Ketika gerhana terjadi dan bayangan bumi menghalangi bulan dari matahari, diharapkan peneliti bisa mengamati batu-batuan yang ada dipermukaan bulan. Permukaan bulan akan jadi lebih dingin.
Jika pengamatan berhasil dilakukan, pemeliti NASA bisa melihat permukaan bulan yang berbatu dengan cara berbeda ketika bulan diterangi matahari. Sehingga kemungkinan peneliti bisa mendapat petunjuk batuan bulan terbuat dari apa.
“Seluruh karakter bulan berubah ketika kami mengamati menggunakan kamera pendeteksi panas saat gerhana terjadi,” jelas Paul Hayne, peneliti dari Laboratiorium Atmsfir dan Luar Angkasa di Universitas Colorado Boulder, seperti dikutip Space. (IFR/CNNIndonesia.com)