News

Gubernur Sumatera Barat Geram dengan Hasil Penelitian Maarif Institute

PADANG – Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno terlihat geram, saat sejumlah awak media meminta tanggapannya tentang hasil penelitian Maarif Institute yang berjudul “Penguatan Kebijakan Ekstrakurikuler dalam Meredam Radikalisme di Sekolah”.
 
Salah satu penelitiannya dilakukan di Kota Padang, Sumatera Barat. Hasilnya, perkembangan radikalisme masuk ke siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler.
 
“Penelitian itu tidak benar, kok kegiatan ekstrakurikuler yang dinilai rentan terpapar radikalisme,” ucapnya, Senin, 29 Januari 2018.
 
Menurutnya, kegiatan ekstrakurikuler malah terlihat sangat bermanfaat, karena cukup banyak para pelajar yang mendapatkan tambahan pelajaran di luar pendidikan formal.
 
Bahkan sejauh ini, kata dia, tidak ada pelanggaran hukum, seperti perbuatan radikalisme yang dilakukan pelajar di Sumatera Barat. Buktinya, banyak prestasi yang ditorehkan pelajar di luar bangku sekolah.
 
“Terkait terorisme yang terjadi pernah terjadi di Sumbar itu, semuanya dari luar Sumbar dan tidak ada yang dari Sumbar. Bahkan, dari data BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) menyebutkan dari jumlah terorisme yang sekian ribu di Indonesia, hanya sekira 0,0 sekian persen lah,” tegasnya.
 
Untuk itu, Irwan menghimbau agar masyarakat Sumatera Barat jangan risau dengan adanya penelitian Maarif Institute. Hasil penelitian belum tentu betul.
 
“Jadi, masyarakat tidak perlu sepenuhnya percaya hasil penelitian tersebut. Soalnya data pendukung penelitiannya itu perlu dipertanyakan lagi. Karena yang saya pahami ini, hasil penelitiannya seperti sebuah asumsi saja, tanpa berlandaskan fakta dan data yang jelas,” ungkapnya.
 
Sebelumnya, Maarif Institute merilis penelitian perkembangan radikalisme di sekolah. Selain dari kegiatan ekstrakurikuler, radikalisme juga masuk ke siswa lewat guru.
 
Penelitian pun dilakukan di enam kabupaten/kota di lima provinsi di Indonesia, yakni Padang (Sumbar), Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Sukabumi (Jabar), Surakarta (Jateng), Denpasar (Bali), dan Tomohon (Sulut).
 
Pengambilan data dilakukan pada Oktober hingga Desember 2017. Ada 40 sekolah yang menjadi sampel dengan jumlah narasumber kurang lebih 450 orang.
 
Metode pengumpulan data dilakukan dengan analisis dokumen, wawancara semi terstruktur, observasi lapangan, dan Focus Group Discussion. Hasil penelitiannya kelompok radikal memanfaatkan jam pulang siswa dalam rangka penyebaran paham radikalisme.
 
Maarif Institute bahkan menyebutkan kegiatan ekstrakurikuler terbukti menjadi pintu kelompok radikal untuk menyasar siswa. Hal tersebut disebabkan karena kegiatan ekstrakurikuler turut melibatkan pihak selain sekolah. (KUMPARAN.COM)

Join The Discussion