JAKARTA – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir meresmikan Permendikti Nomor 19 Tahun 2017 tentang panduan dalam pengangkatan dan pemberhentian pemimpin di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Peraturan baru itu menyebutkan bahwa bakal calon rektor, wajib menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara(LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), demi mewujudkan pengelolaan perguruan tinggi yang bersih.
“Rekomendasi KPK terkait LHKPN akan menentukan apakah orang itu bisa maju menjadi calon atau tidak,” tutur Nasir, Senin (29/1) di Graha Sabha Pramana UGM saat peluncuran peraturan baru tersebut dalam Rakernas Kemenristekdikti 2017 bertema “Perkuat Sinergi Ritek dan Dikti Untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa”.
Dalam penelusuran rekam jejak calon rektor, lanjut Mohamad Nasir, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan PPATK dan lembaga atau instansi pemerintah lainnya.
“Apabila terdapat calon dengan rekam jejak tidak baik maka dilakukan proses penjaringan atau penyaringan ulang. Komisi Apartur Sipil Negara akan mengawasi semua tahapan pemilihan rektor,” jelasnya.
Ditambahkan, Kemendikti juga akan melakukan pengawalan terhadap para calon rektor saat penyampaian visi-misi. Penyampaian visi-misi dan program kerja bakal calon nantinya akan dihadiri menteri atau perwakilan kementrian.
Dalam peraturan baru ini juga menyebutkan bahwa hak suara menteri dalam pemilihan rektor perguruan tinggi negeri masih tetap sebesar 35 persen suara. Penggunaan 35 persen hak suara menteri melalui pertimbangan tim penilai kinerja.
Selain meluncurkan peraturan baru dalam pemilihan rektor PTN, dalam Rakernas Kemenrsitekdikti tersebut turut dibahas evaluasi kinerja profesor dan lektor kepala dan aplikasi science dan technology index.
Penghentian tunjangan
Dalam Rakernas Ristekdikti 2017 yang diikuti rektor perguruan tinggi se-Indonesia, politeknik, akademi ilmu pengetahuan Indoensia, Dewan Riset Nasional, Dewan Pendidikan Tinggi, Balitbang Kementrian, tersebut, Menristekdikti juga menegaskan bahwa pemerintah berencana menghentikan tunjangan kehormatan guru besar yang tidak produktif dalam publikasi jurnal internasional.
“Guru besar harus membuat publikasi internasional. Kalau tidak ada publikasi maka tunjangan akan diberhentikan sementara,” kata Mohammad Nasir.
Dikatakan, dosen dengan jabatan akademik profesor akan memperoleh tunjangan kehormatan guru besar dengan ketentuan, harus menghasilkan paling sedikit 3 karya ilmiah dalam jurnal internasional dalam waktu 3 tahun. Selain itu juga harus menghasilkan paling sedikit 1 karya ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal internasional bereputasi, paten, atau karya seni monumental dalam waktu 3 tahun.
Tunjangan kehormatan profesor dan profesi dosen ini, kata Nasir akan dievaluasi setiap 3 tahun oleh Direktorat Jendral Sumber Daya Ilmu pengetahuan, Teknologi, dan pendidikan Tinggi, dan akan dimulai pada bulan November 2017.
“Evaluasi kinerja dan produktivitas profesor/guru besar ini dilakukan dengan memperhitungkan karya ilmiah sejak tahun 2015 lalu,” terangnya.
Target 15 Ribu Publikasi
Nasir menyebutkan kedepan pihaknya akan terus menggejot jumlah publikasi internasional. Dalam RPJMN Kemenristekdikti 2015-2019, di tahun 2017 mentargetkan dihasilkan 8.000 publikasi internasional. Namun saat ini, publikasi internasional yang dihasilkan sudah mencapai angka 10.500 .
“Target 2017 di angka 8.000, tapi sekarang sudah terlampaui 10.500. Kedepan kita genjot bisa mencapai 15-16 ribu publikasi intrenasional,” ujarnya.
Sementara itu, kepada wartawan, M Nasir menegaskan bahwa pemerintah dalam hal ini Kemenristekdikti tidak akan menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di tahun penerimaan mahasiswa baru 2017.
Dikatakan, keputusan untuk tidak menaikkan UKT telah menjadi salah satu pembahasan utama dalam Rakernas Kemenristekdikti.
“UKT 2017 tidak naik, saya sampaikan agar tidak ada kegaduhan tentang naiknya UKT ini, saya pastikan tidak ada kenaikan tahun ini,” terangnya.
Demikian juga kepada rektor PTN, M Nasir meminta agar semua rektor menindaklanjuti hal tersebut. “Saya sampaikan kepada semua rektor perguruan tinggi negeri berbadan hukum agar tidak menaikkan UKT,” tegasnya. (IFR)