News

47 Ilmuwan Diaspora Akan Dipertemukan dengan Akademisi Dalam Negeri

JAKARTA – Selama sepekan, 47 ilmuwan diaspora yang telah sukses berkarier di perguruan tinggi terbaik di luar negeri akan dipertemukan dengan akademisi dalam negeri dari berbagai perguruan tinggi.

“Mereka diwajibkan untuk menghasilkan output, baik berupa publikasi ilmiah, kerja sama riset, workshop dan coaching, serta kolaborasi lainnya yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa,” ujar Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir pada pembukaan Simposium Cendekia Kelas Dunia Tahun 2018 di Jakarta, Senin (13/8).
Nasir mengatakan, keberadaan para ilmuwan diaspora dapat menjadi pengungkit bagi pengembangan ilmu pengetahuan teknologi di Indonesia. Mereka, lanjut Nasir, yang diundang merupakan anak bangsa yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya.

Dari 47 orang diaspora, lima orang merupakan assistant professor, 13 orang merupakan associate professor, 12 orang merupakan full professor. Sedangkan sisanya merupakan dosen senior yang berperan sebagai academic leader, seperti dekan dan kepala pusat riset.

“Kita butuh lompatan yang lebih tinggi untuk bisa bersaing dengan negara lain. Dengan kemampuan dan kompetensi para ilmuwan diaspora,” tuturnya.

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) mulai melibatkan mereka untuk berkontribusi bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia.

“Langkah awal yang kami lakukan adalah membangun jembatan melalui kegiatan ini supaya mereka dapat berkolaborasi dengan perguruan tinggi dalam negeri,” pungkasnya.

Oleh karena itu, perlu adanya suatu kebijakan untuk mengakomodasi para ilmuwan diaspora. Terkait hal tersebut, Nasir sudah berkoordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Asman Abnur.

Salah satu wacana yang dibicarakan adalah status ilmuwan diaspora jika mereka kembali ke Indonesia. “Saya sudah bicara dengan Menpan-RB terkait wacana menarik kembali ilmuwan diaspora yang berpotensi, dan memiliki kemampuan kelas dunia,” jelasnya.

Untuk itu, perlu ada kebijakan yang berpihak kepada para ilmuwan diaspora. Misalnya, jika mereka sudah profesor di sana, jangan sampai kembali harus mulai dari awal, itu semua perlu dihitung.

Kegiatan SCKD tahun sebelumnya, telah menimbulkan impak positif bagi peningkatan publikasi internasional. Tercatat, sudah ada 28 publikasi internasional yang terbit di jurnal bereputasi.

Sedangkan yang masih berupa manuskrip dan proses review berjumlah 15 publikasi. Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti, Ali Ghufron Mukti menyebut, evaluasi output kegiatan SCKD tersebut menjadi pertimbangan ilmuwan diaspora yang akan diundang di kegiatan serupa tahun depan.

“Mereka didatangkan ke sini menggunakan uang negara sehingga wajib menghasilkan output dan outcome bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, juga peningkatan kualitas SDM dan perguruan tinggi Indonesia. Pada tanggal 15-17 Agustus, mereka akan disebar mengunjungi 55 perguruan tinggi di berbagai daerah,” tutur Ghufron. (suaramerdeka.com)

Join The Discussion