News

Audiensi Indeks Inovasi Kota Solok, BSKDN Kemendagri Tekankan Solusi Pendanaan, Hilirisasi, dan Pembudayaan Inovasi

Jakarta- Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menekankan pentingnya mengatasi tantangan utama dalam pengembangan inovasi daerah, yakni pendanaan inovasi, hilirisasi inovasi, serta pembudayaan inovasi. Hal itu diungkapkan Kepala BSKDN Yusharto Huntoyungo dalam kegiatan Audiensi Indeks Inovasi Daerah (IID) Kota Solok Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) di Ruang Video Conference BSKDN pada Kamis, 18 Desember 2025.

Lebih lanjut, Yusharto menegaskan, penguatan inovasi daerah harus dilakukan secara terintegrasi dan berkelanjutan. “Hari ini kita menghadapi 3 tantangan utama dalam pengutan inovasi daerah, yang pertama terkait pendanaan riset dan inovasi, hilirisasi inovasi hingga pembudayaan inovasi di seluruh OPD (Organisasi Perangkat Daerah, ketiganya ini harus berjalan seimbang agar ekosistem inovasi semakin kuat,” tegasnya.

Dalam audiensi tersebut, Yusharto juga memaparkan hasil evaluasi Indeks Inovasi Daerah Kota Solok Tahun 2025. Secara umum, Kota Solok telah menunjukkan konsistensi dalam pelaporan inovasi, namun masih diperlukan peningkatan kualitas inovasi agar sejalan dengan peningkatan kuantitas inovasi yang diinput. BSKDN menilai bahwa kualitas bukti dukung dan keberlanjutan implementasi inovasi menjadi faktor penting dalam menjaga performa IID.

“Indeks Inovasi Daerah Kota Solok ini sudah cukup baik, hanya saja ke depan saya berharap hasil kreatifnya terus ditingkatkan hingga tidak hanya kuantitas, tetapi kualitas inovasinya juga terus meningkat,” ungkap Yusharto.

Sementara itu, terkait aspek pendanaan, dirinya mendorong Pemerintah Kota Solok untuk lebih optimal dalam merancang dukungan anggaran inovasi. Keterbatasan pendanaan inovasi perlu disikapi dengan strategi yang lebih kreatif, termasuk optimalisasi APBD dan penguatan kolaborasi dengan dunia usaha, akademisi, serta mitra pembangunan lainnya. “Banyak sekali daerah yang sekarang sudah menciptakan inovasi tanpa APBD, seperti yang dilakukan Sambas umpama yang membangun jembatan tanpa APBD, inovasi semacam ini harapanya ke depan akan semakin banyak,” terang Yusharto.

Selain itu, BSKDN juga menekankan pentingnya hilirisasi inovasi agar tidak berhenti pada tahap inisiatif atau uji coba semata. Menurutnya, inovasi yang baik adalah inovasi yang digunakan. Karena itu, hilirisasi harus menjadi perhatian utama agar hasil inovasi daerah tidak berhenti di laporan, tetapi benar-benar diimplementasikan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Sedangkan, aspek pembudayaan inovasi turut menjadi fokus pembahasan dalam audiensi tersebut. Yusharto menegaskan, inovasi harus menjadi bagian dari budaya kerja aparatur pemerintah daerah. Dia mengatakan, budaya inovasi tidak bisa dibangun secara instan. Diperlukan komitmen pimpinan daerah, ruang dialog lintas sektor, serta ekosistem yang mendorong lahirnya ide dan solusi baru secara berkelanjutan.

“Inovasi harus menjadi DNA yang melekat pada diri kita, pada organisasi kita. Tidak hanya itu, inovasi juga harus berangkat dari permasalahan yang dihadapi masyarakat, sehingga manfaatnya betul-betul dirasakan dan efektif bagi masyarakat sebagai penerima manfaat,” pungkasnya.

Join The Discussion