News

Tingkatkan Iklim Investasi di Daerah, BSKDN Kemendagri Bahas Strategi Percepatan Digitalisasi RDTR

Jakarta- Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendorong peningkatan iklim investasi di daerah melalui penyelenggaraan Seminar Nasional bertajuk “Analisis Sinergitas Digital dalam Mendukung Kemudahan Pelayanan Perizinan Berusaha: Integrasi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Digital untuk Daya Saing Investasi Daerah”. Kegiatan tersebut berlangsung di Golden Boutique Hotel Kemayoran Jakarta pada Kamis, 26 Juni 2025.

Lebih lanjut, Sekretaris BSKDN Noudy R.P Tendean berharap kegiatan tersebut dapat menjadi wadah strategis untuk membahas percepatan digitalisasi RDTR sebagai prasyarat dalam mendukung sistem perizinan berusaha berbasis risiko melalui Online Single Submission (OSS). Dia menekankan bahwa pemerintah akan terus berkomitmen menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif dan kompetitif melalui reformasi perizinan berbasis risiko. Namun, keberhasilan sistem OSS sangat bergantung pada ketersediaan RDTR yang legal, terdigitalisasi, dan terintegrasi.

“Namun sebagaimana kita ketahui, OSS ini hanya dapat bekerja secara optimal apabila didukung oleh RDTR yang legal dan terdigitalisasi,” ujar Noudy. Dia mengatakan, Tanpa RDTR digital, proses perizinan di daerah rentan berjalan lambat, manual, dan tidak efisien. Hal ini dapat berdampak pada rendahnya kepastian hukum bagi investor. “Bisa saja investor akan lari ke daerah yang sudah memiliki RDTR yang jelas, karena lebih efektif untuk mengamati potensi investasinya,” sambungnya.

Data menunjukkan bahwa hingga awal 2024, baru sekitar 413 dari target 2.000 RDTR dalam RPJMN yang telah disahkan, dan hanya 203 RDTR yang sudah terintegrasi dengan OSS. Ini menunjukkan masih adanya backlog signifikan dalam penyusunan dan digitalisasi RDTR. “Masih banyak PR yang harus kita pikirkan, yang RDTR nya belum terdigitalisasi,” ujarnya.

Sementara itu, akademisi Universitas Indonesia (UI) Ahmad Gamal dalam paparannya menekankan perlunya pendekatan berbasis kebutuhan wilayah dalam proses digitalisasi RDTR. Menurutnya, tidak semua daerah memerlukan digitalisasi RDTR dalam waktu yang bersamaan, dan prioritas harus diberikan pada wilayah dengan tingkat urbanisasi yang tinggi dan aktivitas ekonomi yang padat.

“Contohnya seperti Ungaran Semarang (,meskipun (ibukota) kabupaten (di Jawa Tengah), tapi telah mengalami proses urbanisasi yang pesat, sehingga digitalisasi RDTR menjadi urgen. Namun di wilayah lain yang belum padat, mungkin belum menjadi kebutuhan mendesak. Maka perlu identifikasi wilayah secara cermat,” jelasnya.

Sementara itu, dari sisi teknis, perwakilan dari Kementerian ATR/BPN Muhammad Arsyad menjelaskan bahwa penyusunan RDTR membutuhkan anggaran besar, namun manfaatnya sangat strategis. Kata dia, RDTR digital bukan sekadar peta, tapi perangkat dasar kepastian investasi. “Apakah RDTR itu mahal? rata-rata 500 juta – 2 miliar, kalau dari perspektif angka memang mahal, tapi ini sejalan dengan output yang didapatkan atau keuntungannya,” ungkapnya.

Sejalan dengan itu, Penata Kelola Penanaman Modal Ahli Madya BKPM RI Wahyono menegaskan bahwa ketersediaan RDTR digital merupakan fondasi penting dalam proses percepatan investasi di daerah. Dia menjelaskan, RDTR digital sangat penting karena akan berdampak langsung pada kecepatan dan kepastian layanan perizinan. Banyak pelaku usaha yang bingung menentukan titik koordinat usaha jika daerah belum memiliki RDTR digital.

“Untuk itu, kami berharap tolong kepada Kemendagri agar daerah diinfokan untuk menyusun RDTR. Jadi, Bapak/Ibu yang kesulitan menyusun RDTR harus sering-sering berkomunikasi dengan para ahlinya, supaya menunjang realisasi investasinya,”pungkasnya.

Sebagai informasi tambahan, seminar tersebut juga dihadiri narasumber lainnya di antaranya Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Politik dan Penjaringan Apep Fajar Kurniawan dan Kepala Dinas Pertanahan dan Penata Ruang Kota Dumai Muhammad Mufarizal.

Join The Discussion